Nasihat

"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya"

Jumat, 13 Mei 2016

Generasi Lemah

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (sama antara ucapan dan perbuatan).” (QS. An-Nisaa`: 9)

ASBABUN NUZUL
Bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang sedang menjelang ajalnya, lalu kedengaran seorang lelaki bahwa dia mengucapkan suatu wasiat yang menimbulkan mudharat terhadap ahli warisnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang yang mendengar wasiat tersebut, hendaknya dia bertakwa kepada Allah, membimbing si sakit serta meluruskannya ke jalan yang benar. Hendaknya si sakit memandang kepada keadaan para ahli warisnya sebagaimana diwajibkan baginya berbuat sesuatu untuk ahli warisnya, bila dikhawatirkan mereka akan terlunta-lunta.
Di dalam sebuah hadits dalam kitab Sahihain disebutkan seperti berikut: “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam rumah Sa’ad Ibnu Abi Waqqas – radhiyallahu ‘anhu- dalam rangka menjenguknya, maka Sa’ad bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai harta, sedangkan tidak ada orang yang mewarisiku kecuali hanya seorang anak perempuan. Maka bolehkah aku menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Tidak boleh.’ Sa’ad bertanya. ‘Bagaimana kalau dengan separonya?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Jangan.’ Sa’ad bertanya, ‘Bagaimana kalau sepertiganya?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Sepertiganya sudah cukup banyak.’ Kemudian Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kamu membiarkan. mereka dalam keadaan miskin meminta-minta kepada orang.”


PELAJARAN DARI AYAT
1.    Dalam ayat tersebut keturunan atau generasi yang lemah dipahami dalam konteks ekonomi, harta warisan “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang faqir/miskin”.

2.  MAKNA FAQIR, berasal dari kata fâqir (dalam bahasa Arab). Secara etimologi (bahasa), fakir berarti yang membutuhkan terhadap sesuatu. Secara istilah : seseorang yang tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak memiliki penghasilan. BEDAnya dengan miskin, jika fakir tidak memiliki sedangkan miskin memiliki pekerjaan namun hasil kerjanya tidak mencukupi sehingga kebutuhan hidupnya tdak terpenuhi semuanya.
BAHAYA KEFAQIRAN : Ada ungkapan yang berbunyi : “Hampir-hampir kefakiran (kemiskinan) itu menjadikannya kafir” (hadits lemah dari semua jalurnya, ada yg bilang palsu).

3. Namun makna “lemah secara ekonomi” ini bisa diperluas, bukan hanya lemah ekonomi tapi juga : lemah fisik, lemah intelektualitas, lemah iman, lemah ibadah, lemah alquran, lemah akhlaq, lemah ilmu syariat islam, lemah visi, dll..

4. Pribadi tangguh yang digambarkan Allah SWT laksana sebuah pohon yang baik (syajarotun toyyibah). Yakni, akarnya menghujam ke perut bumi (akidah), batang dahannya menjulang ke langit (ibadah yang benar) dan berbuah di setiap musim (akhlak karimah). 

5.   Generasi lemah itu : yang meninggal shalat & mengikuti hawa nafsu
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan/kerugian (معيشة ضنكا), # kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (Maryam: 59-60)

6.   Generasi lemah itu : yang jauh dari al-qur’an
Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al Qur’an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan [fushshilat : 26]

7.    Perintah untuk bertaqwa   فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
Hadirkan muraqabatullah kapanpun dan dimanapun, tanpa melihat jabatan, strata sosial. Termasuk disaat menjelang ajal, karenanya yang mendampingi orang yang sedang menjelang ajalnya, selain mentalqin, juga menasehati agar tetap bertaqwa, berikan wasiat ketaqwaan, krn hal tsb adalah kebiasaan orang-orang shalih.
الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ وَالشُّكْرُ عَلَى الْجَزِيْلِ وَالإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
“Takut dari (murka) Allah, mengamalkan al-Quran, rela dengan (rezeki) yang sedikit, syukur atas nikmat yang banyak dan mempersiapkan (bekal) untuk hari perjalanan (menuju akhirat)”.
8.    Karena dengan ketaqwaan...
“....Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

9. Anak adalah amanah, maka para orangtua harus bertanggungjawab penuh untuk mendidiknya, membimbingnya, dan mengarahkannya agar tidak menjadi anak-anak yang lemah. Orang tua adalah pilar dan penanggung jawab utama pendidikan anak.  Keluarga adalah al-Madrasah al-Uula (sekolah pertama dan utama). Keluarga yang berkualitas (khaira usrah) akan melahirkan pribadi yang berkualitas pula (khairul bariyyah).

10. Generasi kuat lebih senangi oleh Allah daripada generasi lemah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.[HR. Muslim]

11. Qaulan sadidan
Maknanya : perkataan yang benar, jujur, lurus, tidak sombong, tidak berbelit-belit/jelas, tidak ambigu/abstrak, yang timbul dari hati yang bersih, yang adil, yang kasih sayang/lemah lembut.

12. Rasulullah menyuruh kita agar anak laki-laki di ajarkan : memanah, berenang dan berkuda. Ini bisa dimaknai secara tekstual ataupun makna pembentukan karakter yang terkandung dari 3 hal tsb.

13. 3 kriteria syakhsiyyah Rabbaniyyah :
-       Al-Islamu Qoo’imun fi Nafsih (Islam tegak dalam diri)
Islam yang kaffah (Al-Baqarah: 208)
-       Al-Hirsu ’Alaad Dakwah (kemampuan yang membaja untuk berdakwah)
Cukuplah ayat ini sebagai motivasi bagi para da’i : QS. Fushilat: 33
-       Al-Isti’dad Lil Mauti fi Sabiili Ad-dakwah

Waspada dengan penyakit “wahn” (hubbudunya wa karahiyatul maut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar