وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (sama
antara ucapan dan perbuatan).” (QS. An-Nisaa`: 9)
ASBABUN NUZUL
Bahwa
ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang sedang menjelang ajalnya, lalu
kedengaran seorang lelaki bahwa dia mengucapkan suatu wasiat yang menimbulkan
mudharat terhadap ahli warisnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
kepada orang yang mendengar wasiat tersebut, hendaknya dia bertakwa kepada
Allah, membimbing si sakit serta meluruskannya ke jalan yang benar. Hendaknya
si sakit memandang kepada keadaan para ahli warisnya sebagaimana diwajibkan
baginya berbuat sesuatu untuk ahli warisnya, bila dikhawatirkan mereka akan
terlunta-lunta.
Di dalam sebuah hadits dalam kitab Sahihain
disebutkan seperti berikut: “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
masuk ke dalam rumah Sa’ad Ibnu Abi Waqqas – radhiyallahu ‘anhu- dalam rangka
menjenguknya, maka Sa’ad bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
mempunyai harta, sedangkan tidak ada orang yang mewarisiku kecuali hanya
seorang anak perempuan. Maka bolehkah aku menyedekahkan dua pertiga dari
hartaku?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Tidak boleh.’
Sa’ad bertanya. ‘Bagaimana kalau dengan separonya?’ Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Jangan.’ Sa’ad bertanya, ‘Bagaimana kalau
sepertiganya?’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Sepertiganya
sudah cukup banyak.’ Kemudian Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada kamu membiarkan.
mereka dalam keadaan miskin meminta-minta kepada orang.”
PELAJARAN
DARI AYAT
1.
Dalam ayat tersebut keturunan atau generasi yang lemah dipahami dalam
konteks ekonomi, harta warisan “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang faqir/miskin”.
2. MAKNA FAQIR, berasal dari kata fâqir (dalam bahasa Arab).
Secara etimologi (bahasa), fakir berarti yang membutuhkan terhadap sesuatu.
Secara istilah : seseorang yang tidak memiliki pekerjaan sehingga tidak
memiliki penghasilan. BEDAnya dengan miskin, jika fakir tidak memiliki
sedangkan miskin memiliki pekerjaan namun hasil kerjanya tidak mencukupi
sehingga kebutuhan hidupnya tdak terpenuhi semuanya.
BAHAYA KEFAQIRAN : Ada ungkapan yang
berbunyi : “Hampir-hampir
kefakiran (kemiskinan) itu menjadikannya kafir” (hadits lemah dari semua jalurnya,
ada yg bilang palsu).
3. Namun makna “lemah secara ekonomi” ini bisa diperluas, bukan hanya lemah
ekonomi tapi juga : lemah fisik, lemah intelektualitas, lemah iman, lemah
ibadah, lemah alquran, lemah akhlaq, lemah ilmu syariat islam, lemah visi, dll..
4. Pribadi tangguh yang digambarkan Allah SWT laksana sebuah
pohon yang baik (syajarotun
toyyibah). Yakni, akarnya menghujam ke perut bumi (akidah), batang
dahannya menjulang ke langit (ibadah yang benar) dan berbuah di setiap musim
(akhlak karimah).
5. Generasi lemah itu : yang meninggal shalat & mengikuti hawa nafsu
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka
kelak akan menemui kesesatan/kerugian (معيشة ضنكا), # kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh,
Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (Maryam: 59-60)
6. Generasi lemah itu : yang jauh dari al-qur’an
Dan orang-orang yang kafir berkata,
"Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al Qur’an ini dan buatlah kegaduhan
terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan [fushshilat : 26]
7.
Perintah untuk bertaqwa فَلْيَتَّقُوا
اللَّهَ
Hadirkan muraqabatullah kapanpun dan
dimanapun, tanpa melihat jabatan, strata sosial. Termasuk disaat menjelang
ajal, karenanya yang mendampingi orang yang sedang menjelang ajalnya, selain
mentalqin, juga menasehati agar tetap bertaqwa, berikan wasiat ketaqwaan, krn
hal tsb adalah kebiasaan orang-orang shalih.
الْخَوْفُ
مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ
وَالشُّكْرُ عَلَى الْجَزِيْلِ وَالإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
“Takut dari (murka) Allah, mengamalkan al-Quran, rela
dengan (rezeki) yang sedikit, syukur atas nikmat yang banyak dan mempersiapkan
(bekal) untuk hari perjalanan (menuju akhirat)”.
8.
Karena dengan ketaqwaan...
“....Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
9. Anak adalah amanah,
maka para orangtua harus bertanggungjawab penuh untuk mendidiknya,
membimbingnya, dan mengarahkannya agar tidak menjadi anak-anak yang lemah. Orang tua adalah pilar dan penanggung
jawab utama pendidikan anak. Keluarga adalah al-Madrasah al-Uula (sekolah
pertama dan utama). Keluarga yang berkualitas (khaira usrah) akan melahirkan pribadi yang
berkualitas pula (khairul
bariyyah).
10. Generasi kuat lebih
senangi oleh Allah daripada generasi lemah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada
Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk
mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh
(dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.
Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku
berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini
telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena
ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.[HR. Muslim]
11. Qaulan sadidan
Maknanya : perkataan yang benar, jujur, lurus, tidak
sombong, tidak berbelit-belit/jelas, tidak ambigu/abstrak, yang timbul dari
hati yang bersih, yang adil, yang kasih sayang/lemah lembut.
12. Rasulullah menyuruh kita agar anak
laki-laki di ajarkan : memanah, berenang dan berkuda. Ini bisa dimaknai secara
tekstual ataupun makna pembentukan karakter yang terkandung dari 3 hal tsb.
13. 3 kriteria syakhsiyyah
Rabbaniyyah :
-
Al-Islamu
Qoo’imun fi Nafsih (Islam tegak dalam diri)
Islam yang kaffah (Al-Baqarah: 208)
Islam yang kaffah (Al-Baqarah: 208)
-
Al-Hirsu
’Alaad Dakwah (kemampuan
yang membaja untuk berdakwah)
Cukuplah ayat ini sebagai
motivasi bagi para da’i : QS. Fushilat: 33
-
Al-Isti’dad
Lil Mauti fi Sabiili Ad-dakwah
Waspada dengan penyakit “wahn” (hubbudunya
wa karahiyatul maut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar