Nasihat

"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya"

Kamis, 01 September 2011

Man Ana ?


Man Ana ?
Ditengah hiruk pikuk aktifitas manusia, yang perhiasan dunia menjadi obsesinya, pangkat dan jabatan menjadi orientasi hidupnya, apapun akan ia dilakukan demi tercapainya impian dan asanya, tak terbesit dihatinya tentang keabadian dan keindahan akhirat yang allah kabarkan.Walaupun diantara mereka ada yang mengaku dirinya sebagai muslim tetapi tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu apa itu islam, agama sekedar formalitas atau sebagai legalitas dalam berinteraksi pada suatu komunitas. Kehidupan yang penuh dengan canda tawa, berleha-leha, atau robot yang selalu bekerja tanpa adanya ruh ibadah kepadaNya atau ditengah para pemuda yang lebih asyik nongkrong dipinggir jalan daripada berdiam diri dimasjid atau melakukan aktifitas yang lebih bermanfaat. 
Man Ana?
Ditengah hinggar binggar kemajuan teknologi baik informasi maupun eletronik, yang memudahkan manusia dalam melakukan berbagai macam aktifitas, namun menjadi boomerang bagi kebanyakan orang, karena begitu asyiknya mereka menikmatinya, hingga lalai dari ibadah kepada Allah RobbNya, terlena, terbuai hingga akhirnya terhinakan.
Man Ana ?
Disekumpulan orang –orang yang mendedikasikan hidupnya untuk berdakwah menyeru manusia kepada jalan keselamatan dunia dan akhirat berdasarkan al-Qur’an dan as-sunnah, tak kenal lelah dengan aktifitasnya yang padat, tak mengeluh atau resah dengan kebutuhan hidup sehari-hari, mencurahkan seluruh potensi untuk kemashlahatan dakwah dan umat. Mereka tetaplah manusia bukan malaikat, mereka bukanlah orang biasa tapi luar biasa karena mereka “lari” dari kebiasaan hidup orang banyak. Walaupun belum tentu mereka dapat menuai hasil panennya karena baginya yang terpenting adalah berkontribusi di dalamnya.
Man Ana ?
Disaat islam dinistakan, saat saudara-saudara kita sesama muslim tengah ditimpa penindasan dan kesengsaraan. Kemiskinan yang melanda mayoritas kaum muslimin di seluruh dunia terutama Indonesia, yang parahnya bukan hanya miskin harta melainkan miskin jiwa atau keimanan pula, ditambah lagi hegemoni barat terhadap dunia islam : yang “memporak-porandakan” sistem pemerintahan, ekonomi dan perpolitikan, hanya ada dua pilihan : menjadi boneka atau diserang. Waa islamah…!!
Dimanakah kita diberbagai keadaan diatas?dimana posisi atau peran kita?apakah yang sedang kita lakukan?apakah termanggu, bertopang daku?atau “khusyu’” dalam buaian selimut?atau tidur di atas tumpukan buku?Atau malah menjadi pembual tanpa amal?
Saudaraku…
Pernahkah terlintas dialog diri semacam itu? sebuah kerisauan tentang eksistensi dan kontribusi diri dalam lingkup dakwah, li izzil islam wal muslimin?peran atau action apa yang  kita ambil dalam kancah dakwah?atau kita tidak pernah merasakan kerisauan tentang qadhaya umat islam, dekadensi moral, lebih dari itu hilangnya kekhilafahan, padahal kerisauan terhadap hal-hal itu semua adalah termasuk karateristik seorang da’I, ia risau : bagaimana memperbaiki permasalahan umat, mengembalikan izzah islam wal muslimin, mewujudkan kepemimpinan internasional umat islam, obsesinya bukan terfokus pada  permasalahan pribadinya semata, karena ia yakin Allah akan menolongnya selamanya ia berdakwah menegakan Agama Allah.
Saudaraku…
Apa  kita hanya menjadi penonton, dengan bermacam-macam karakternya : ada yang cuek atau apatis, ada yang hanya sekedar simpati dan empati : ikut sedih, gembira dan terharu ketika sejarah menuliskan kabar menyedihkan atau mengembirakan, ia hanya berda dipinggiran sejarah,  atau kita hanya menjadi komentator, seperti komentator dalam sebuah pertandingan, misalkan : sepak bola, ia mengomentari kelemahan para pemain walaupun belum tentu ia lebih lihai bermain dari yang dikomentarinya.
Saudaraku….
Belumlah terlambat untuk memulai gerakan, menyatukan langkah, persepsi dan orientasi. Peran apa yang akan kita ambil, jangan sampai kita termasuk dalam golongan yang sangat dikhawatirkan sayyidina umar bin khoththob : ketidakberdayaan seorang tsiqoh (‘ajzuts-tsiqot) “ya allah aku berlindung kepadaMu dari keperkasaan(hegemoni) orang yang durhaka dan ketidakberdayaan seorang tsiqoh”. Kita mempunyai potensi yang belum “diledakan”. sejarah keemasan umat islam akan terulang manakala ruh yang membangkitkannya itu ada kembali, saat iman adalah saat kejayaan, saat kehancuran adalah saat hilangnya iman. Keimanan yang melahiran keshalihan pribadi dan sosial, bukan hanya keyakinan atau ritual semata.
Saudaraku…..
Belum beranikah kita mendeklarasikan diri sebagai seorang da’I ? da’I tidaklah berdakwah sendiri tapi ia berjama’ah, dan bukan segerombolan orang yang kumpul tak beraturan tanpa ada tujuan tapi geraknya terorganisir dengan baik bukan secara sporadis, tak pula bodoh justru ialah seorang yang faqih lagi tawadhu’ serta ia menjadi figur tauladan bagi yang lain seperti yang Allah firmankan setelah menceritakan kisah terbaik dalam al-qu’an ; kisah nabi yusuf : "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku [berdakwah] mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata [bashiroh], Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". Dan ia tidak pula berkarakteristik komprador, yang hanya mencari jalan aman dan keselamtan pribadi saja atau dan keluarga padahal tabiat dakwah adalah jalan yang panjang yang bertabur onak duri bukanlah jalan berhiasan permadani dan hanya sedikit orang yang mampu mengemban dan merealisasikan cita-cita tersebut.
Dan seorang da’i tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan bani israil kepada nabi musa : “pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami Hanya duduk menanti disini saja".
Ha_ana_dza, fa man antum....? Wallahu a’lam bishshowab