Nasihat

"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya"

Rabu, 28 September 2011

آفات على الطريق


آفات على الطريق
الدكتور    : السيد محمد نوح

الآفة الأولى : الفتور 
‏الآفة الثانية: الإسراف 
الآفة الثالثة : الاستعجال 
الآفة الرابعة : العزلة 
الآفة الخامسة : الإعجاب بالنفس 
الآفة السادسة: الغرور 
الآفة السابعة : التكبر 
الآفة الثامنة الرياء أو السمعة 
الآفة التاسعة : اتباع الهوى 
الآفة العاشرة: الآفة العاشرة : التطلّع إلى الصدارة وطلب الريادة 
الآفة الحادية عشرة : ضيق الأفق أو قصر النظر 
الآفة الثانية عشرة : ضعف أو تلاشي الالتزام 
الآفة الثالثة عشرة: عدم التثبت أو التبّين 
الآفة الرابعة عشرة: التفريط في عمل اليوم والليلة 
الآفة الخامسة عشرة: سوء الظن 
الآفة السادسة عشرة: الغيبة 
الآفة السابعة عشرة: النميمة 
الآفة الثامنة عشرة: فوضى الوقت 
الآفة التاسعة عشرة: التسويف 
الآفة العشرون: التشاؤم 
الآفة الحادية والعشرون: التنطع أو الغلو في الدين 

الآفة الحادية والثلاثون:  الكبت
الآفة الثانية والثلاثون : اليأس و القنوط
الآفة الثالثة والثلاثون : أكل الحرام
الآفة الرابعة و الثلاثون : الخوف
الآفة الخامسة والثلاثون : الظلم

21 Kelemahan Gerakan Dakwah

DR. Hisyam At-thalib dalam bukunya "Dalil Attadrib Al-Qiyadi" (The International Institute of Islamic Thought 1995) mengungkapkan 21 kelemahan gerakan dakwah masa ini. Kelemahan-kelemahan tersebut harus diungkap agar para aktivis dakwah dan qiyadahnya menyadarinya dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang lapang. 21 kelemahan tersebut adalah hal-hal yang sangat prinsip dan menjadi faktor-faktor kemunduran gerakan Dakwah kalau tidak bisa dikatakan sebagai faktor-faktor kehancurannya.
Melihat dan mengungkap 21 kelemahan tersebut adalah melalui kacamata internal gerakan dakwah itu sendiri dan bukan dari sisi para pengamat dari luar, namun dari pelaku dari dalam gerakan itu sendiri. Diiharapkan, para aktivis gerakan dakwah dan para qiyadahnya menyadari hal-hal tersebut dan pada waktu yang sama siap mengoreksi diri untuk menatap masa depan yang lebih baik dan cerah lagi.
Bagi yang tidak siap melihat kelemahan dalam diri, siapapun dia dan apapun nama gerkannya, bersiap-siaplah menuju kemunduran dan kejumudan. Hanya orang-orang yang berani mengakui kelemahan diri dan kemudian mau merubahnya yang memiliki peluang berkembang dan meraih kesuksesan di masa yang akan datang. Apalagi, masyarakat hari ini sudah mulai cerdas untuk menilai mana yang akan bermanfaat bagi mereka dan mana yang mudharat.

Kelemahan Pertama (1) ialah : KEGAGALAN MENERAPKAN SISTEM SYURA
  Gerakan Dakwah belum mampu menerapkan sistem syura secara utuh dan sempurna. Situasi dan kondisi yang mendominasi berbagai gerakan dakwah adalah sistem "assam'u wat tho'ah" (dengar dan taat). Memang sebagian qiyadah dakwah selalu menyerukan sistem syura. Namun, disayangkan hanya sebatas teori belaka. Pada tataran prakteknya masih jauh panggang dari api. Debat apakah syura itu mengikat atau tidak, khususnya bagi qiyadah juga masih belum tuntas.
  Kita butuh kepada sebuah sistem syura yang mengikat, namun terorganisir dengan baik berdasarkan kaedah-kaedah dan dasar-dasar ilmiyah yang mapan. Sebab itu, perlu keterlibatan sebanyak mungkin orang-orang yang credible dan qualified sebagai anggota majelis syura agar kebijakan dan keputusan yang diambil menjadi lebih dekat kepada kebenaran, demikian juga halnya dengan implementasi kebjikan dan keputusan itu.
Sistem syura yang diamanahkan Al-Qur'an itu perlu dipahami secara pasti, bukan dengan konsep yang remang-remang. Kita harus befikir dan bekerja keras untuk memahaminya dengan baik dan maksimal sehingga sampai kepada kesimpulan yang pasti dan yakin, apalgi kita sekarang hidup di zaman yang serba pasti.

Kelemahan Kedua (2) ialah : LEMAHNYA TEAM WORK
  Tidak diragukan bahwa harokah dakwah telah berhasil melahirkan individu-individu yang istimewa. Namun persoalan berikut yang muncul ialah saat mereka itu diminta beramal dalam satu tim kerja (team work) untuk melakukan suatu program bersama. Berbagai gerakan dakwah masih saja sampai saat ini dipimpin oleh segelintir orang (itu-itu saja) yang seharusnya sudah diagantikan team work secara jama'i (yakni kepemimpinan kolektif atau kepemimpinan yang silih berganti). Tanpa menyadari bahwa hasil amal jama'i itu pasti lebih afdhal dari pada amal fardi (kerja individu). Implikasinya ialah muncul lingkungan yang tidak kondusif/terbelakang. Faktor penyebab utamanya ialah kepemimpinan tunggal dalam semua aspek kehidupan harokah.
  Bapak/murabbi/naqib telah menjadi pemimpin mutlak di keluarga (usrah). Kondisi itu juga sama dengan apa yang dialami oleh sekolah-sekolah, lembaga-lembaga pemerintahan, militer dan partai-partai (di negeri Muslim). Sistem seperti ini telah bercokol terhadap semua lembaga/entitas kita, padahal sistem tersebutlah yang menjadi penyebab keterbelakangan kita.
  Kalau saja kita mencermati dunia internasional, kita akan menemukan Eropa dengan spirit jiddiyyah (kesungguhan) dalam beramal terus menerus, adalah yang pertama mengangkat syi'ar (semboyan) kebebasan dalam pengertian modern dan telah mendirikan negara-negara nasionalis. Akan tetapi, Amerika telah melampaui kemajuan Eropa melalui penerapan sistem "asimilasi" yang menyatukan berbagai jenis kebangsaan dan ditata dalam sebuah spirit kesungguhan dan untuk beramal secara serius dan sungguh-sungguh. Sedangkan Jepang telah pula melampaui kemajuan Eropa dan Amerika melaui spirit team work dan loyalitas pada tradisi dan nilai-nilai agama mereka.
  Anda harus membayangkan amal Islami itu harus dijalnkan bagaikan "foot ball team". Kendati semua pemain terbaik dunia dikumpulakn dalam satu tim sepak bola, namun di antara mereka tidak ada spirit "total foot ball team", pasti tim tersebut kalah menghadapi tim lain yang mungkin di bawah mereka kepandaiannya, namun konsisten dengan spirit foot ball teamnya.

Kelemahan Ketiga (3) ialah : KEGAGALAN TARBIYAH KAUM IBU DAN ANAK-ANAK

  Kegagalan yang jelas terjadi pada kaum ibu dan anak-anak. Saat kita berhasil mentarbiyah sebahagaian kaum bapak/lelaki, kita gagal di sektor lain (kaum ibu dan anak-anak). Kita belum mampu memebentuk pergerakan kaum ibu yang efektif. Kaum ibu di kalangam kita masih belum mampu -kecuali segelintir saja- memenej diri mereka sendiri atau memberi pengaruh kepada wanita-wanita muslimah lainnya. Mayoritas kaum ibu di kalangan kita belum mampu berkomunikasi dengan baik dengam berbagai kalangan wanita lainnya atau berdialog dalam berbagai problematika masyarakat.
  Sedangkan di sisi lain, kita melihat kelompok-kelompok nasionalis dan kiri mengeksploitasi kaum wanita semaksimal mungkin untuk mencapai target-target politik mereka... Kita belum mampu memaksimalkan potensi kaum wanita Muslimah yang begitu dahsyat, (khsuusnya dalam mencetak generasi berkualutas tinggi).
  Begitulah mereka -kecuali dalam kondisi yang sangat terbatas- belum efektif dan mampu bersaham banyak dalam gerakan kita.. Padahal kita mengklaim dan bercita-cita bahwa kaum ibu kita mampu mentarbiyah anak-anak kita menjadi para pemimpin dan tokoh masa depan, sedangkan kita belum memberikan perhatian yang penuh dalam melibatkan dan mempersiapkan mereka (sebagi sumber pemimpin masa depan). Masalah ini masih menjadi pemandangan yang paradoks dalam gerakan Islam. Kita sulit memenangkan pertarungan jka 50 % dan mungkin lebih (jumlah kaum ibu) masih terabaikan dan terkucilkan dalam the real battle...
 Dalam konteks yang sama, kita belum mencurahkan tenaga kita untuk mepersiapkan anak-anak kita dan mengembangkan potensi diri mereka (agar lebih baik dari kita). Prosentase materi pendidikan Islam khusus anak-anak, misalnya, belum lebih dari 5 % dari yang seharusnya... Kita memprediksi mereka mampu membaca dan memahami buku-buku untuk kaum dewasa.
  Sesungguhnya pendidikan anak sejak balita sampai dewasa harus dirancang khusus dengan apik (tentu dengan mendirikan sekolah-sekolah percontohan dan alternatif). Gerakan dakwah masih banyak kehilangan dalam sektor ini karena mengabaikannya (dan tidak menjadikannya sebagai agenda utama).

Kelemahan Keempat (4) ialah : MUNCULNYA PEMIMPIN ALA "SYAIKH"

  Seringkali gerakan dakwah melahirkan pemimpin ala/model 'Syekh'. Seakan dia adalah pahlawan malaikat yang legendaris; memiliki kemampuan membuka tabir (ghaib), kekuatan superman, mengetahui segala sesuatu dan menguasai segala sesuatu dan ... (ini dia) memimpin jamaah/organisasi seumur hidup ...
  Nasib dan masa depan gerakan dakwah sangat terikat dengan model pemimpin seumur hidup seperti ini ... Sebab itu, tidak mungkin menyingkirkannya dari kursi kepemimpinan ... Semua aktivitas dan tindak tanduknya sangat menentukan warna dan arah organisasi, apapun bentuknya ... Jika keluar negeri, ia tetap mengendalikan organisasinya dari jauh ...
  Dalam pertemuan-pertemuan, pemimpin model seperti ini selalu mendominasi jalannya acara. Ia bicara kapan dia mau ... di mana ia mau dan sebanyak apa yang dia mau ... serta judul apa yang dia inginkan ... Padahal dia sama sekali tidak mempersiapkan diri sebelumnya ... Tidak pula menyusun pikiran-pikiran atau cata-catatannya. Dia memiliki hak untuk menguasai pembicaraan dan semua hadirin harus menampakkan penghormatan padanya dan mendahulukannya dalam segala sesuatu, tanpa peduli atas tuntutan posisi kepemimpinannya yang memerlukan kehalian-keahlian, kemampuan-kemapuan dan spesialisasi.
  Problem/hambatan utama yang dihadapi para pemimpin level kedua ialah siapa gerangan yang akan mampu menggantikan 'Syekh' itu? Setiap mereka sudah ditempel dijidatnya sebuah keyakinan bahwa mereka tidak ada apa-apanya di hadapan sang 'Syekh' itu ... Tawadhu' atau 'ketundukan' seperti ini sudah menjadi syarat pembentukan/rekrutmen haraki ... Mayoritas mereka tidak pernah berlatih atas kebebasan berpendapat dan kepemimpinan melalui praktek syura jama'i. Penghormatan yang agung terhadap 'Syekh' tidak memungkinkan mereka untuk menantangnya dan berbeda pendapat dengannya, bahkan hanya sekedar mempertanyakannya ... apalgi membangun pemikiran/pendapat yang berbeda dengannya ...
Terkadang hubungan yang dibangun tercerminkan dalam ungkapafan sufi "murid di hadap guru (Syekh)-ya harus seperti mayyit (orang mati) di hadapan orang yang memandikannya". Demikianlah dalam banyak hal keputusan yang sangat diperlukan dari sang 'Syekh' bisa saja berubah menjadi sebuah doa'. Amat sangat disayangkan kondisi seperti ini berulang dan terus menerus terjadi (di banyak kawasan, tanpa terkecuali di Indonesia), dan bahkan sampai ke tingkat sebahagian mereka menuduh sebagian yang lain dengan perkataan: "Sesuai, nifaq (atau pura-pura) atau berpisah". Kita berlindung pada Allah dari ungkapan demikian. Namum, kita juga menemukan sebagian sifat-sifat itu paling tidak ada pada sebagian besar para pemimpin gerakan dakwah.
  Kita sekarang harus mempelajari dengan sungguh-sungguh dan objektif paraktek dan pengalaman dunia internasional moderen di mana untuk masa terbaik (kepemimpinan) yakni antara 4 sampai 6 tahun saja dan mungkin diperpanjang hanya untuk satu kali masa jabatan ... Sebuah kondisi yang memungkinkan untuk memimpin itu paling lama hanya 12 tahun. Ketika masa kepemimpinan selesai, maka mantan para pemimpin itu bisa bersaham positif dan efektif melalui komite khusus/spesialis atau sebagai penasehat bagi pemimpin yang baru disebabkan kehormatannya atau keahliannya atau pengalamannya.


Kelemahan Kelima (5) ialah : KEHILANGAN PERAN KELEMBAGAAN
  Gerakan Islam menyandarkan gerakannya pada kekuatan individu, di mana tugas/peran gerakan diwakilkan kepada mereka. Hal seperti ini mengharuskan ketergantungan fungsi dan tugas lembaga kepada para individu tersebut. Akhirnya terjadi ketidak-stabilan dan banyaknya perubahan tugas / peran dan kekurangan yang luar biasa dalam memenuhi berbagai peran yang diperlukan oleh lembaga.
  Beramal/bergerak di dasari lembaga amat jarang kita lihat. Ada beberap lembaga, tapi sangat terbatas, yang dibentuk berdasarkan strategi, program kerja dengan spirit team work, serta organisasi yang sehat. Sebab itu, gerakan dakwah belum mampu mengejewantahkan/mewujudkan tujuan-tujuannya melalu lembaga-lembaga (yang sesuai).
  Bahkan sebagian lembaga yang ada (termasuk partai politik) malah menjadi sia-sia bagi gerakan dakwah yang seharusnya membantu kemajuan gerakan dakwah, dan (bahkan ada yang menyimpang dan menjadi blunder) bagi gerakan dakwah itu sendiri. Masyarakt menjadi kehilangan harapan terhadap perbaikan kehidupan mereka.
  Semua itu, tak lain, peran individu terlalu menonjol dan dominan. Tidak lagi diperankan adanya lembaga. Karena saking kuat pengaruh dan peranan individu. Karena itu, berkurangnya peranan lembaga ini, mendorong terjadi penyimpangan yang sangat fatal.
  Kendati beberapa individu gerakan dakwah itu berhasil dalam meuwujudkan proyek-proyek dakwah pribadi mereka, namun mereka gagal menyukseskan berbagai aktivitas yang bersifat jama’i. Sebagaimana gerakan dakwah juga belum mampu sampai saat ini melahirkan solusi yang mendesak terhadap “fiqh muassasat” dengan bahasa dan konsepsi moderen yang dipahami.
  Aktivitas dakwah akan selalu terbatas kepada “slogan” sampai lahir di seluruh negeri kita (Islam) lembaga-lembaga dakwah Islam yang bersifat massif yang sukses dengan prosentase 10 lembaga besar di setiap negeri Islam, sebelum kita berhak mengkalim untuk masuk ke dalam percaturan menegakkan lembaga-lembaga yang lebih besar lagi (dalam bentuk negara) dengan sukses.

Kelemahan Keenam (6) ialah : MENCAMPUR ADUKKAN ANTARA GHOYAH & WASILAH
  Tidak sedikit dari kalangan gerakan dakwah (bahkan para qiyadahnya) mencampuradukkan antara ghoyah/tujuan dengan wasilah/sarana. Sering sekali kita menyaksikan bahwa kemaslahatan jama'ah menjadi standar kerja dan kesuksesan. Padahal kita tahu bahwa jamaah itu pada hakikatnya hanya sarana untuk berkhidmat/melayani tujuan perbaikan kondisi masyarakat.
  Pencampuradukkan itu telah menyita jamaah untuk sibuk memikirkan dan bekerja untuk kepentingannya melebihi kepentingan masyarakat. Padahal jamaah itu pada awalnya didirikan bertujuan untk memperbaiki dan melayani masyarakat.
  Sebuah survey telah membuktikan bahwa mobilisasi waktu, harta dan tenaga anggota jamaah tercurah untuk kepentingan internal sekitar 70 % dan hanya 30 % yang diberikan untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Sedangkan urutan yang benar adalah kebalikannya. (Dalam banyak kasus, potensi masyarakat atau luar jamaahlah yang disedot sebanyak mungkin untk kepentingan elite jama'ah.
  Sesungguhnya jama'ah sekarang sudah menjadi partai yang muqaddas (disucikan). Orientasinya persis seperti partai umumnya yang didirikan sejak awal untuk kepentingan diri dan anggotanya. Inilah faktor yang menyebabkan jamaah itu tidak berbeda dengan club olah raga atau organisasi profesi di mana ruang lingkup pelayanannya terbatas pada anggotanya saja.
  Sebagaimana yang kita ketahui pada umumnya gambaran sebuah partai itu ialah organisasi yang terdiri dari para anggotanya yang sibuk dengan kepentingan anggotanya saja, tanpa melirik peran utama yang seharusnya dimainkan dalam masyarakan secara keseluruhan.
  Sebab itu, mayoritas masyarakat tidak mau peduli atau empati terhadap kezaliman yang menimpa jama'ah/tokohnya. Fenomena ini diiringi pula oleh kehilangan eksistensi kelompok Islam yang mampu menduduki posisi (dalam masyarakat) sebagaimana kelompok sekuler sebagai hasil dari tidak terjalinnya kerjasama antara gerakan dakwah atau jama'ah yang ada.
  Sesungguhnya strukturisasi gerakan dakwah terkadang juga menjadi penghambat untuk merealisasikan tujuan-tujuan pokoknya. Harus ditekankan —tanpa ragu-ragu— keharusan gerakan dakwah mencarikan solusi berbagai persoalan umat secara umum dan menciptakan solusi tersebut merupakan tantangan langsung yang dihadapi gerakan dakwah (masa kini). Demikian pula, geralan dakwah berkewajiban untuk memobilisasi seluruh potensi dan kekuatannya untuk memberikan solusi berbagai persoalan (masyarakat) tersebut, agar umat Islam yakin bahwa gerakan dakwah itu adalah benteng yang aman yang memungkinkan mereka besandar/berlindung dan concern betul terhadap semua urusan mereka.

Kelemahan Ketujuh (7) ialah : FANATIK KESUKUAN & NASIONALISME
Secara teori, gerakan dakwah meyakini wihdatul ummah (kesatuan umat) dan dakwah internasional. Akan tetapai dalam prakteknya kita belum menemukan implementasi yang memadai terhadap maknanya. Prilaku kita masih diwarnai kecenderungan dan karakter kesukuan dan nasionalisme (kewarganegaraan masing-masing).
Fenomena tersebut nampak dengan jelas saat berbagai pertemuan di mana setiap kita masih tergantung kepada teman se kabilah atau senegaranya. Sedikit sekali interaksi sosial kita dengan mereka yang di luar ikatan kedaerahan dan kenegaraan… Adapun dalam level qiyadah (kepemimpinan) memang sudah ada pertemuan-pertemuan rutin berskala internasional dengan para pemimpin lainnya. Namun, perlu diakui, masih sering tersandung oleh keinginan-keinginan yang didasari lingkup dan tantangan bersifat kewiliyahan dan lokal.
Kendati pertemuan-pertemuan tersebut dianggap merupakan masalah yang asasi untuk saling bertukar informasi, pengalaman, menyusun strategi bersama dan kordinasi kerja serta keyakinan kita bahwa musush-musuh kita bekerja melawan kita dengan kesatuang langkah, namun harus diakui bahwa kita belum berhasil menghadapi mereka melau kesantuan langkah pula.
Kita telah tertipu oleh pemeo yang berbunyi : “Penduduk Mekkah lebih tahu tentang jalan-jalannya”. Kondisi sekarang sudah berubah. Kita lupa bahwa orang asing (bukan penduduk asli) yang spesialis dan mengamati serta mempelajari kondisi negeri kita bisa saja ia lebih tahu tentang negeri kita dari apa yang kita ketahui. Sebagaimana juga halnya sangat memungkinkan sebagaian pakar tertentu yang bukan penduduk asli mampu memebrikan advis, pengalaman mereka yang akan bermanfaat untuk berbagai aktivitas lokal kita.
Sarana komunkasi internasional sekarang telah menjadikan bumi ini semakin hari semakin kecil dan semakin dekat. Pengertian “small village” benar-benar menjadi kenyataan. Itulah pemahaman internasionalisasi yang digalakkan Islam sejak kemunculannya.
Namun disayangkan, berbagai gerakan dakwah masih saja pandangan terhadap berbagai urusan/masalahnya terbelenggu oleh cara pandang lokal dan nasional setiap negeri sehingga setiap wilayah atau negeri masih terisolasi dari wilayah atau negeri Islam lainnya.

Kelemahan Kedelapan (8) ialah : TIDAK MEMILIKI PERENCANAAN
Kebanyakan harokah/gerakan dakwah dari hari ke hari berjuang sebatas mempertahankan eksistensi diri. Sedikit sekali mendapatkan kesempatan untuk menyusun perencanaan tahunan, lima tahunan dan sepuluh tahunan.
Berbagai aktivitasnya hanya dimenej melalui tantangan terhadap berbagai krisis yang sedang terjadi. (Celakanya lagi) sering kali terjadi aktivitas rutinitas itu berubah menjadi spontanitas (yang kehilangan ruh/spirit, sehinga terlihat dengan nyata sebagai gerakan yang reaktif)…
Tidak memiliki perencanaan kerja yang dirancang sebelum beraktivitas telah menyebabkan ketidak jelasan dalam merumuskan target, distribusi/penempatan SDM yang buruk (bukan berdasarkan the right man on the right place, bahkan dalam banyak kasus didasari like and dislike) telah menyebabkan kekacauan dalam menentukan skala prioritas dan kehilangan menentukan arah yang jelas.
Kita masih belum mampu menjelaskan posisi beridri kita sekarang di mana dan berapa jarak antara kita dengan target-target yang akan dicapai. Kita juga belum mampu bersandar pada uslub/metode yang sistematis dalam mengevaluasi berbagai aktivitas kita.
Akibatnya, kita berjalan dalam keadaan kondisi yang tidak menyadari tingkat produktivitas kita atau beban-beban yang ditimbulkannya, tanpa peduli terhadap perencanaan yang sehat dan kuat dan keharusan berpindah dari quadrant “bekerja apa yang mungkin” kepada quadrant “bekerja sesuai yang harus dikerjakan”.

Kelemahan Kesembilan (9) ialah : ALTERNATIF ISLAMI
Pada dekade limapuluhan, berbagai gerakan dakwah sibuk membuktikan (kepada masyarakat) kecocokan Islam (dengan kehidupan). Setelah itu mengarah kepada meyakinkan (masyarakat) akan keunggulan Islam terhadap berbagai ideologi lainnya. Namun pergerakannya masih seputar penjelasan global dan belum sampai kepada kematangan aktivitas dan keluar dari tataran teori. Sebagai contoh sederhana, gerakan dakwah belum mampu melahirkan alternatif dalam bidang penyusunan silabus pendidikan tingkat universitas berdasarkan pandangan Islam, padahal kebutuhan kita sangat mendesak dalam semua bidang, khususnya dalam studi bidang sosial.
Untuk mewujudkan alternatif tersebut bukanlah pekerjaan sosial (charity) yang boleh dikerjakan pada waktu-waktu luang/sisa oleh sebagian pribadi yang hanya memiliki semangat. Akan tetapi menjadi kewajiban bagi sebagian ulama yang spesialis dengan full time. Gerakan dakwah sudah saatnya melahirkan beberapa institusi pendidikan/akademis yang berkualitas tinggi untuk melakukan berbagai ijtihad dalam berbagai lapangan.
Pekerjaan tersebut juga tidak mungkin didelegasikan kepada beberapa ulama yang menonjol saja. Harus menjadi konsentrasi/upaya jama’i (team). Pekerjaan spesialisasi, dengan biaya yang memadai dan meletihkan serta memerlukan waktu. Sebuah pekerjaan yang terus menerus di mana tidak cukup dengan bersandar kepada para simpatisan yang respek secara spontan.
Inilah syarat untuk memulai sebuah kebangkitan peradaban raksasa umat ini. Tanpa hal tersebut, maka keunggulan sistem Islam hanya sebatas kepuasan emosional… Kita membutuhkan percontohan Islami (dalam dunia nyata) yang hidup dan memberikan cahaya yang akan menarik Barat dan di Timur ke arah peradaban Islam.
Kegairahan para insinyur, doketr dan ilmuan di bidang ilmu pengetahuan alam (eksakta) lainnya untuk berharokah melebihi ulama ilmu sosial menafsirkan hal tersebut, karena pengetahuan yang bersifat global yang menarik cukup membuat mereka (ilmuan dalam bidang eksakta) puas dan diterima dengan logika dan ketinggian, keluasan dan akhlak Islam. Sementara para Imuan sosial yang spesialis itu memerlukan detail untuk sampai kepada kepuasan.
Sebab itu, pola penyampaian Islam secara global (apalagi tidak ada contoh prakteknya), tidak cukup untuk menarik mereka ke pangkuan Islam. Ini bukanlah kondisi normal atau sehat. Kita tidak akan mampu melakukan take off peradaban manusia ini kembali sehingga kita melihat mayoritas pemimpin gerakan dakwah itu dari kalangan para ilmuan sosial yang sangat spesialis…

Kelemahan Kesepuluh (10) ialah : KRISIS INTELEKTUALITAS & BERFIKIR
Semua pemikir dan para ahli sepakat adanya kaitan yang kuat antara metode/cara berfikir dengan pola prilaku dan metode/cara menyelesaikan masalah.
Berfikir/intelektulitas yang sehat dan benar adalah landasan utama dalam setiap kebangkitan peradaban. Ini adalah kosa kata pokok yang harus dihidupkan oleh gerakan dakwah.
Kalau kita mencermati realitas masa kini, kita akan menemukan bahwa gerakan dakwah belum mendapat taufik – secara umum – dalam merealisasikan keselarasan dan kesatuan pemikiran di antara anggotanya.
Melihat gerakan dakwah lebih banyak berpegang kepada hal-hal yang bersifat umum/general, maka muncul berbagai perbedaan pemikiran di internal gerakan dakwah dalam hal-hal yang memerlukan rincian.
Sebagaimana gerakan dakwah juga habis kebanyakan potensinya untuk beramal dan lebih concern kepada kerja ketimbang meningkatkan kualitas berfikir dan intelektualitas anggotanya (seperti yang kita rasakan hampir 30 tahun tergabung dalam gerakan dakwah.
Ironisnya, setiap ada usulan yang mengarah kepada peningkatan kualitas berifikir dan intelektualitas internal, selalu kandas dan tidak banyak mendapat dukungan. Akhirnya yang terjadi ialah tradisi taqlid tumbuh dengan subur sehingga gerakan dakwah setiap hari berhasil melahirkan dan mencetak muqallidun/ kaum taqlid).
Bersamaan dengan absennya sikap resmi jamaah gerakan dakwah terhadap persoalan-persoalan utama yang menyangkut masyarakat banyak, (seperti sistem pemerintahan yang zalim, sistem ekonomi ribawi kapitalis yang lalim, persoalan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan kebodohan.
Selain itu, adanya dominasi asing terhadap negeri-negeri Islam, kejahatan negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat terhadap negara-negara lain dan sebagainya), menyebabkan terbentuk/lahirnya pemikiran-pemikiran para pengikut gerakan dakwah yang saling bertentangan yang sekaligus berperan menambah problem pemikiran yang saling menjauh.
Akan lebih runyam lagi masalahnya jika sikap dan pendapat sebagian partai dan kelompok sekuler dan ideology yang memusuhi Islam menyelusup pula ke dalam benak sebagian anggota/qiyadah gerakan dakwah untuk memenuhi kekosongan pemikiran tersebut (seperti yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara lainnya).
Sesungguhnya kita meyakini betul bahwa krisis pemikiran/intelektualitas itu pada dasarnya adalah menyangkut cara turun/menterjemahkan Al-Qur’an dan As-Sunnah ke dalam realitas kehidupan.
Yang demikian itu akan dapat selesai dengan cara penelitian dan ijtihad yang orisinil dalam lapangan ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan/humaniora lainnya.
Untuk itu, Independensi gerakan dakwah merupakan hal mutlak diperlukan dan tidak boleh ada kekuatan manapun, termasuk pemerintahan setempat yang dapat mempengaruhi cara/metode berfikirnya.
Jika gerakan dakwah tersebut benar-benar ingin melakukan perubahan dari jahiliyah kepada Islam. Jika tidak, gerakan dakwah hanya tidak lebih dari sekedar ornament jahiliyah itu sendiri.

Kelemahan Kesebelas (11) ialah : HILANGNYA DIALOG
Saya melihat gerakan dakwah itu gagal membangun dialog dalam tiga level. Internal (terhadap anggota ditanamkan sam’an wa tho’atan/dengar dan taati, tidak ada peluang untuk dialog, apalagi debat terbuka), dengan sesama jamaah Islam lain dan dengan kelompok-kelompok yang bukan Islam apakah yang berlandaskan agama ataupun sekularisme. Akibat dari kegagalan tersebut lahir pemahaman-pemahaman borjuis (sektarian) di kalangan anggotanya.
Sedangkan efek negatifnya sangat jelas, yaitu teori-teori keislaman senantiasa jauh dari lapangan eksperimental dan realitas kehidupan nyata (seperti ukhuwah, wala’ [loyalitas], baro’ [disloyalitas] dan sebagainya). Akibat lain dari hilangnya dialog tersebut ialah kejumudunan berfikir dan ketidakmampuan memperkaya pemikiran yang diperlukan untuk mematangkan gerakan dakwah itu sendiri.
Salah paham di antara jamaah/gerakan dakwahpun tak terhindarkan yang mengakibatkan hilangnya tsiqah (kepercayaan) dan pada waktu yang sama muncul permusuhan, padahal mereka hidup dalam satu masyarakat.
Di samping itu, gerakan dakwah juga gagal membangun dialog dengan para penguasa setempat yang masih mengaku Islam, kendati terkadang sangat memusuhi dan tidak toleran terhadap Islam. Akhirnya, yang diperlihatkan gerakan dakwah selama ini hanya dua bentuk interaksi saja : perlawanan berdarah-darah seperti yang banyak terjadi di negeri-negeri Arab atau menjilat dan menjual gerakan dakwah itu kepada penguasa, seperti yang terjadi di Indonesia dan sebagainya.
Saatnya dirumuskan bentuk lain yang memungkinkan terjadinya dialog antara gerakan dakwah dengan penguasa/pemerintah yang masih belum menerima Islam sebagai The Way of Life. Potensi itu sangat besar jika saja gerakan dakwah maupun penguasa/pemerintah sama-sama ingin selamat dunia dan akhirat.
Poin lain yang harus dinyatakan dan diperlihatkan serta dibuktikan gerakan dakwah ialah bahwa mereka sama sekali tidak menginginkan kekuasaan apalagi haus kekuasaan. Yang mereka inginkan hanya keselamatan mereka, umat mereka dan negeri mereka di dunia mauapun di akhirat kelak.

Kelemahan Kedua Belas (12) ialah : MENGABAIKAN MEDIA MASSA
Sungguh gerakan dakwah telah mengabaikan media komunikasi dengan dunia yang ada di sekitarnya (sehingga terbagun sebuah komunitas yang ekslusif). Sejak awal, gerakan dakwah tidak menggalakkan anggotanya untuk menutupi kelemahan ini sehingga menyebabkan pengaruh gerakan tersebut dalam masyarakat jauh dari apa yang seharusnya.
Dengan demikian, gerakan dakwah membiarkan competitor/pesaingnya (gerakan-gerakan sekularisme, liberalisme dan sebagainya) menguasai media massa sehingga dengan mudah melukiskan gambaran yang rusak dan buruk tentang gerakan dakwah itu. Gerakan dakwah tidak diberi peluang dan kesempatan secara adil untuk membela diri dengan efektif.
Sesungguhnya gerakan dakwah harus mencetak kader-kadernya dengan jumlah yang cukup dalam dunia media massa sehingga mereka menjadi insan media profesional. Di negara-negara yang gerakan dakwah terlibat pemilihan umum sangat diingatkan untuk hal tersebut, apalagi gerakan politiknya belum sampai ke tingkat yang diharapkan.
  Adapun dunia penerbitan internal kebanyakannya belum menarik dan bahkan tak jarang pula yang menyebabkan masyarakat lari. Tidak ada yang sabar menelaah produk-produknya kecuali anggota-angota yang punya semangat luar biasa. Adapun pembaca yang bukan kader gerakan dakwah, mereka menjauh dan tidak mau membaca terbitan-terbitannya. Terbatasnya penyebaran terbitan gerakan dakwah tersebut mengisayaratkan hakikat yang sesungguhnya.
  Gerakan dakwah juga melupakan pengarahan terhadap sebagian tamatan SLTA nya untuk menekuni berbagai lapangan yang banyak dibutuhkan seperti ilmu sosial, media, informasi dan komunikasi, public services, kepolisian dan hukum. Kehilangan strategi dan perencanaan terhadap berbagai lapangan ini telah melahirkan akibat yang fatal terhadap gerakan dakwah. Gerakan dakwahpun telah membayarnya dengan harga yang mahal.

Kelemahan Ketiga Belas (13) ialah : MEMILIKI SIKAP STANDAR GANDA
Standar umum yang berlaku dalam gerakan dakwah – sampai saat ini masih berlaku – ialah bahwa anggota dihisab/dinilai di hadapan qiyadah/pepimpin. Kondisi ini mengharuskan mereka TAAT MUTLAK dalam keadaan suka maupun terpaksa.
Namun, kebutuhan untuk menilai/mengevaluasi para pemimpin gerakan dakwah masih hal yang tabu untuk didiskusikan dan dibahas. Demikian pula halnya terhadap organisasi dan prakteknya, kendati sudah sangat dibutuhkan.
Pada umumnya para pemimpin itu saat memaparkan laporan kerja mereka dan kerja organisasi melakukannya secara umum dan dengan bahasa yng umum pula seperti, “segala sesatu berjalan dengan baik”, “dakwah mengalami kemajuan”, “sesungguhnya masa depan Islam cerah”, “kemenangan sudah dekat”, “mereka melihatnya jauh, namun kami melihatnya dekat”, “kalian (para anggota) harus memperkuat keimanan dan memberikan pengorbanan yang lebih banyak lagi”, dan banyak lagi ungkapan-ungkapan umum lainnya.
Gerakan dakwah kehilangan dasar-dasar ilmiyah yang dijadikan sandaran untuk mengevalusasi dan menilai para anggotanya… Belum ada statistik atau fakta-fakta yang berdasarkan angka-angka.
Tidak ada pula analisa objektif baik kuantitatif maupun kualitatif, khususnya terkait penjelasan tentang keanggotaan, masalah keuangan, laporan/ survey untuk mengetahui opini umum (yang berkembang dalam internal organisasi), taqwim jama’i (evaluasi jamaah), maupun kualitas kerja organisasi.
Yang terjadi adalah, seringkali sebagian pemimpin itu menolak untuk menjawab suatu pertanyaan dengan alasan keharusan sirriyah (rahasia tanzhim) dan tidak bisa dibuka secara umum.
Sesungguhnya gerakan dakwah itu mustahil berada dalam situasi dan kondisi yang sehat bila qiyadah (pemimpin)-nya tidak tunduk pada “evaluasi objektif secara rutin”. Sebab itu, orang-orang yang menantang untuk mejadi pemimpin atau ingin terus menjadi pemimpin perlu dihadapkan kepada tantangan-tantangan yang riil dan harus selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas kinerja mereka.
Hal yang sangat krusial lainnya ialah, bawa pertanggung jawaban dan evaluasi keuangan jamaah/gerakan dakwah itu memiliki dimensi akhlak dalam internal gerakan dan dimensi hukum dalam sebuah negara.
Sebab itu, gerakan dakwah harus mengeluarkan laporan dan penjelasan-penjelasan keuangan dan siap dievaluasi dan diaudit yang didasari oleh landasan yang benar dan sehat.

Kelemahan Keempat Belas (14) ialah : MENYUSUN SKALA PRIORITAS KERJA
Kelemahan lain gerakan dakwah ialah dalam menyusun skala prioritas kerja. Jika kita bertanya pada diri kita : Apakah kita mengerjakan tugas dengan cara yang terbaik, ataukah kita memilih tugas paling urgent untuk dilaksanakan?
Pertanyaan pertama menggambarkan kapabalitas dalam bekerja. Sedangkan pertanyaan kedua adalah mencerminkan pemilihan prioritas kerja yang benar sejak dari awal. Antara keduanya terdapat perbedaan yang besar. Namun, keduanya sama pentingnya.
Boleh jadi seseorang melakukan pekerjaanya dengan sangat profesional, namun apa yang dikerjakannya itu secondary matter (hal yang kedua, tidak yang utama).
Sesungguhnya untuk menyusun skala prioritas kerja adalah hal yang harus didahulukan/dirancang sejak awal, karena tugas dan pekerjaan dakwah itu jauh lebih banyak dari ketersediaan SDM yang kapabel melakukannya. Maka menentukan skala prioritas kerja adalah hal yang amat urgent. Dengan demikian, mobilisasi potensi SDM dan pendanaan akan terarah kepada masalah-masalah yang tepat.
Sesungguhnya kebutuhan terhadap kemampuan menyusun skala prioritas kerja semakin amat terasa bersamaan dengan perjalanan waktu yang semakin cepat dan berbagai peristiwa yang semakin bermunculan. Sebab itu, tidak cukup bila insan dakwah hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang wajib dan penting. Akan tetapi, terlebih dahulu harus menunaikan yang lebih penting (first think first). (Dan masalah ini hanya akan terlaksana, jika memiliki kemampuan perencanaan yang baik dan matang)

Kelemahan Kelima Belas (15) ialah : JUMUD TANZHIM (KEBEKUAN ORGANISASI)
Kalau diperhatikan, struktur organisasi gerakan dakwah masih dalam kondisinya yang dulu, kendati harokah/gerakan dakwah sudah mengalami pertumbuhan, berada pada sitauasi dan kondisi yang berbeda, masyarakat yang sudah berubah dan tentu memerlukan evaluasi susunan skala prioritas.
Maka, seharusnyalah setiap bentuk struktur organisasi itu mencerminkan uslub (metode) gerakan yang sebenarnya dalam beraktivitas, agar mampu merealisasikan target-target yang karenanya gerakan dakwah itu didirikan. Bentuk struktur organisasi dakwah juga sepantasnya disesuaikan berdasarkan kebutuhan agar mampu menjawab perkembangan yang dihadapi.
Sesungguhnya struktur manajemen orgaisasi yang keberadaanya sebagai wasilah (sarana) untuk mencapai target tidak pantas di-taqdis (dianggap suci). Menolak perubahannya adalah sebuah kekeliruan. Sebagai kaedah umum, setiap lima tahun harus diadakah evaluasi terhadap struktur organisasi dan manajemen gerakan dakwah.

Kelemahan Keenam Belas (16) ialah : ANTARA SIRRIYYAH & JAHRIYYAH
Betapa banyak waktu yang terbuang untuk mendiskusikan apakah amal/aktivitas gerakan dakwah itu harus sirriyyah (tertutup) atau jahriyyah (terbuka). Nyaris sikap terkait sirriyyah dan jahriyyah itu dimasukkan ke dalam rukun iman. Setiap kelompok membuka lembaran sirah Rasul SAW untuk mencari dukungan atau argumentasi yang mendukung pendapatnya. Padahal, ini murni masalah organisasi. Kedua uslub (metode) itu (sirriyyah dan jahriyyah) merupakan dasar/pokok (dakwah) Islam.
Untuk menentukan metode mana yang digunakan, maka situasi, kondisi dan realitas yang akan menentukannya berdasarkan kemaslahatan gerakan dakwah yang bersifat jangka panjang. Mungkin saja dalam situasi dan kondisi tertentu tidak memungkinkan melakukan pilihan, karena situasi dan kondisi suatu negara yang memaksakan pilihan amal gerakan dakwah.
Yang menjadi catatan penting ialah bahwa amal harokah dakwah (dalam kondisi bagaimanapun) harus terbuka terhadap manusia saat terbukanya peluang beramal secara terbuka. Pada saat itu, beramal sirriyyah bukanlah yang paling afdhal dan yang suci karena kondisinya sudah membolehkan beramal secara terbuka.
Kaedah yang sehat ialah bahwa beramal secara terbuka itu adalah yang utama/dasar dan tidak boleh melakukan amal sirriyyah kecauali jika beramal terbuka sudah tidak memungkinkan. Pada saat itu, menerapkan kaedah 'darurat' diukur berdasarkan kadar/tingkat kedaruratannya. Saat itulah berlaku kaedah ushul "Kemudaratan itu membolehkan yang dilarang".

Sumber : eramuslim.com 

Ramadhan & Sirah Nabawwiyah 4: Fathu Makkah, kemenangan di setiap zaman

Pada tanggal 22 Ramadhan 8 H yang bertepatan dengan bulan Januari 630 M, Rasulullah SAW memimpin 10.000 kaum muslimin menaklukkan kota suci Makah. Kemenangan besar yang terjadi di bulan Ramadhan tersebut telah berlalu selama 1424 tahun hijriyah, namun sampai hari ini dan esok, ia senantiasa melimpahkan beribu pelajaran bagi kaum muslimin. 
Para ulama, cendekiawan, dai, murabbi, dan mujahid selalu mengenangnya dan mengkajinya sepanjang masa. Dari satu waktu ke waktu lainnya, mereka nantiasa menemukan mutiara pelajaran yang tiada habisnya.
Di bulan suci Ramadhan ini, kita akan mengenang, mengkaji, dan mencoba memetik mutu manikam hikmah dari peristiwa besar tersebut. Berikut ini sebagian hikmah yang dapat kita simpulkan.
Sebab Keberangkatan Pasukan Islam
Perjanjian Hudaibiyah memberi kesempatan kepada setiap suku untuk bersekutu dengan pihak yang disukainya. Suku Khuza’ah memilih bersekutu dengan kaum muslimin, sedang suku Bakr bersekutu dengan Quraisy. Kedua suku itu sejak zaman Jahiliyah telah bermusuhan. Permusuhan itu terhenti dengan adanya perjanjian Hudaibiyah. Namun pada bulan Sya’ban 8 H atau 23 bulan setelah perjanjian ditanda tangani, suku Bakr menyerang suku Khuza’ah secara sepihak. Suku Quraisy membantu penyerangan tersebut dengan senjata dan personil, sehingga belasan warga suku Khuza’ah tewas. Maka utusan suku Khuza’ah meminta bantuan kepada Rasulullah SAW di Madinah. Pencederaan perjanjian damai secara sepihak ini mendorong Rasulullah SAW dan kaum muslimin untuk membela sekutu mereka dan menghukum musuh. Perjanjian damai yang semula dibenci oleh mayoritas kaum muslimin itu ternyata menjadi awal kemenangan besar. Allah SWT berfirman,
فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً
Mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’ (4): 19) 
Kekalahan mental pemimpin musyrik…awal kemenangan Islam
Rasulullah SAW berangkat bersama pasukan Madinah yang berkekuatan 10.000 personil pada tanggal 10 Ramadhan 8 H. Sepanjang jalan, banyak anggota suku-suku Arab yang bergabung dengan pasukan beliau. Abu Sufyan bin Harb, pemimpin suku musyrik Quraisy, gemetar ketakutan mengetahui berita itu. Ia berangkat bersama Abbas bin Abdul Muthalib untuk meminta jaminan keamanan dari Rasulullah SAW. Di lembah Zhahran, Abu Sufyan akhirnya menyatakan masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Abu Sufyan menyaksikan sendiri besarnya kekuatan pasukan Islam. Pasukan musyrik Quraisy dan sekutunya pasti tak akan mampu memberi perlawanan yang berarti. Ia segera kembali ke Makkah dan mengumumkan kepada masyarakat Makkah, “Wahai kaum Quraisy, ini Muhammad telah datang membawa pasukan yang tidak bisa kalian tandingi. Karena itu, barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Barangsiapa memasuki rumahnya, maka ia aman. Dan barangsiapa memasuki Masjidil Haram, maka ia aman.”Penduduk Makkah pun berhamburan mencari selamat, dengan memasuki rumah masing-masing atau Masjidil Haram. Abu Sufyan telah kalah mental. Dan ia mengalahkan kaumnya sendiri. Mereka semua kalah mental, sebelum pasukan Islam benar-benar memasuki kota Makkah.
Kembali ke kampung halaman
Pasukan Islam terus berjalan, sehingga menebarkan rasa gentar di hati musuh pada setiap lembah dan kampung yang mereka lalui. Mereka berjalan sampai lembah Dzi Thuwa hingga akhirnya memasuki Makkah yang sunyi, lenggang. Rasulullah SAW menunggang untanya dengan memakai penutup kepala hitam dan merendahkan kepalanya sehingga jenggotnya menyentuh pelana unta, sebagai bentuk tawadhu’ kepada Allah SWT. Dahulu beliau diusir dan diburu oleh kaum musyrik Quraisy untuk dibantai. Kini, 8 tahun setelah semua kejahatan itu, beliau kembali dengan kekuatan besar untuk menaklukkan kampung halaman. Maha Benar Allah Yang telah berfirman,
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُل رَّبِّي أَعْلَمُ مَن جَاء بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Sesungguhnya (Allah) Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Rabbku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Qashash (28): 85)
Tiada kesombongan sedikit pun dalam diri beliau, justru beliau menunjukkan kerendahan hati dan ketundukan di hadapan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Perkasa. Beliau tidak melakukan pembakaran, perusakan, dan pembantaian, seperti yang biasa dilakukan oleh para diktator penakluk yang menang perang. Inilah akhlak para fatihin mujahidin rabbaniyyin.
Jaminan keamanan…kemenangan berikutnya
Rasulullah SAW kembali mengumumkan jaminan keamanan bagi penduduk Makkah, seperti yang telah diumumkan oleh Abu Sufyan sebelumnya. Rasa aman menyelimuti seluruh penduduk Makkah. Negeri yang dahulu diwarnai penindasan kaum musyrik terhadap kaum muslimin kini telah menjadi negeri yang aman dan penuh kedamaian. Rasa aman itu disusul oleh menjalarnya keislaman dan keimanan ke sanubari penduduk Makkah. Mereka pun masuk Islam secara sukarela dengan berbondong-bondong. Inilah kemenangan sejati.
Tiada jaminan keamanan untuk pemimpin kejahatan
Rasulullah SAW memberikan pengampunan umum kepada penduduk Makkah. Kecuali bagi para ‘penjahat perang’ yang melampaui batas dalam memusuhi Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Mereka adalah orang yang menyerang wanita muslimat saat berhijrah ke Madinah, atau melecehkan Nabi SAW lewat syair-syair caci makian, atau murtad disertai pembunuhan terhadap kaum muslimin. Mereka dijatuhi hukuman mati, walau bersembunyi di balik tirai Ka’bah. Ini juga merupakan kemenangan tersendiri, agar masyarakat Islam terlindungi dari kejahatan pentolan kekafiran.
Penghancuran berhala-berhala
Di dalam dan sekitar masjidil Haram, Rasulullah SAW memimpi pasukan Islam menghancurkan satu demi satu berhala yang disembah oleh kaum musyrik. Masjid yang selama ini dikotori oleh kesyirikan dan kekejaman kaum musyrik terhadap kaum muslimin yang lemah, kini telah disucikan. Kesombongan para pemimpin musyrik yang melecehkan ayat-ayat Al-Qur’an dan dakwah Islam kini telah dirobohkan. Fisik berhala-berhala telah roboh. Bersamaan dengan itu, berhala pemikiran, kebudayaan, tradisi jahiliyah, dan pedoman hidup kaum musyrik juga telah rubuh. Syariat Allah SWT-lah yang kini tegak dan berjaya. Ini juga merupakan kemenangan tersendiri.
Baiat adalah kemenangan tersendiri
Seluruh penduduk Makkah berkumpul di masjidil Haram. Mereka mengikrarkan baiat masuk Islam, mendnegar, dan taat kepada Rasulullah SAW. Pertama kali adalah kaum laki-laki, disusul kaum wanita. Kaum wanita berbaiat untuk tidak berbuat syirik, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak mengada-adakan kebohongan, dan menaati Rasululah SAW dalam kebajikan. Baiat ini merupakan sebuah kemenangan tersendiri.
Adzan di atas Ka’bah
Atas perintah Rasulullah SAW, Bilal mantan budak yang teguh di atas keimanan diperintahkan naik ke atas Ka’bah dan mengumandangkan adzan. Suara adzan menggema ke seluruh penjuru kota, memasuki setiap relung hati manusia dan rumah. Adzan adalah persaksian akan pentauhidan Allah dan kerasulan SAW disertai ketundukan dalam shalat, untuk menggapai kemenangan dunia dan akhirat, sebagai bukti nyata kemenangan agama Allah dan keagungan  Allah Yang Maha Besar. Agama Allah berjaya di atas segala agama batil manusia, seperti agungnya suara adzan di atas Ka’bah. 
Pengajaran Nabi SAW
Rasulullah SAW tinggal selama 20 hari di Makkah untuk memberikan pengajaran Islam kepada masyarakat. Beliau juga mengutus pasukan ke berbagai daerah sekitar Makkah untuk menghancurkan berhala-berhala yang selama ratusan tahun disembah oleh suku-suku Arab.
Dahulu saat pertama kali berdakwah di bukti Shafa, beliau dicaci maki dan dilempari kerikil. Kini seluruh penduduk Makkah menghadiri dakwah beliau dengan mata yang melihat, telinga yang mendengar, dan hati yang menerima. Kini beliau dengan lantang mencabut paganisme dan budaya jahiliyah sampai ke akar-akarnya. Di hari penaklukan Makkah, beliau berkhutbah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ،  إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ ، وَتَعَاظُمَهَا بِآبَائِهَا، فَالنَّاسُ رَجُلَانِ: بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ، وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ، وَخَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ قَالَ اللَّهُ: ” يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah melenyapkan fanatisme jahiliyah dan kebanggaan dengan nenek moyang dari diri kalian. Manusia hanya ada dua; orang mukmin lagi bertakwa yang mulia di sisi Allah, dan orang durjana yang celaka lagi hina di sisi Allah. Semua manusia keturunan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah. Allah berfirman,
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat (49): 13) (HR. Tirmidzi no. 3193)
Penaklukan Makkah adalah kemenangan di atas kemenangan. Rasulullah SAW memasuki kota Makkah sambil membaca ayat,
“Katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’ (17): 81) 
Katakanlah: “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (QS. Saba’ (34): 49)
Setiap zaman memilik kemenangan tersendiri
Pada setiap zaman dan setiap tempat, Allah mengutus di tengah umat ini orang-orang yang membuka penaklukan-penaklukan dan mengobati luka-luka umat. Hal itu sebagaimana Allah mengutus orang-orang yang memperbaharui ajaran Islam yang telah dilupakan dan menghidupkan kembali syariat Islam yang telah dicampakkan. Mereka semua disebutkan oleh hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ – عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ – مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui agama umat ini.” (HR. Abu Daud no. 3740, dishahihkan oleh Ibnu Atsir, As-Suyuthi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan lain-lain) 
Manusia yang paling layak untuk menyandang kemuliaan tajdid adalah orang-orang yang Allah tegakkan untuk menghidupkan jihad dalam jiwa manusia, menghapus kehinaan umat, membebaskan tanah air kaum muslimin, menghidupkan kemuliaan umat, membangun jiwa dan meninggikan cita-cita mereka.
Dakwah Islam ini senantiasa berada dalam lindungan Allah sejak pertama kali dikumandangkan. Kemenangan Islam akan senantiasa terulang dan penaklukan Islam akan senantiasa terjadi. Allah telah menetapkan bahwa Ia akan senantiasa memenangkan Islam, menjayakan Rasul-Nya, dan menjadikan hamba-Nya yang beriman berkuasa di muka bumi. Saat itu terjadi, kekuasaan Islam akan mencapai seluruh penjuru bumi dan menjangkau setiap rumah.
Di bulan Ramadhan yang penuh berkah…bulan kemenangan ini…hidupkan kembali pelajaran-pelajaran agung dan keteladanan Rasulullah SAW dalam menaklukkan Makkah, pusat kesyirikan bangsa Arab. Ambil hikmahnya, kobarkan semangatnya, dan amalkan contoh baiknya, demi kemenangan-kemenangan Islam kontemporer di setiap tempat.
Wallahu a’lam bish shawab.
Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #4
Oleh: Muhib al-Majdi
http://www.arrahmah.com
filter your mind, get the truth

Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #3: Perang Badar, pemisah antara kebenaran dan kebatilan

Rasulullah SAW menerima wahyu yang pertama di bulan Ramadhan. Di bulan yang penuh berkah ini pula, tepatnya hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan 2 H (13 Maret 624 H), pasukan Islam menerjuni peperangan besar melawan pasukan musyrik Quraisy di dekat sumur Badar. Badar adalah daerah yang berjarak 155 km dari Madinah, 310 km dari Makkah, dan 30 km dari pesisir pantai Laut Merah. Rasulullah SAW bersama 83 shahabat Muhajirin, 61 shahabat dari suku Aus,  dan 170 shahabat dari suku Khazraj harus menghadapi 1000 orang prajurit musyrik Quraisy yang bersenjata lengkap.

Dengan izin Allah SWT, 70 orang musyrik Quraisy berhasil dibinasakan dan 70 orang musyrik lainnya ditawan. Di kalangan pasukan Islam, 6 shahabat Muhajirin dan 8 shahabat Anshar gugur sebagai syuhada’. Kemenangan telak pasukan Rasulullah SAW yang kecil atas pasukan musyrik yang besar itu diabadikan oleh Allah SWT sebagai yaumul furqan, hari pembeda antara kebenaran dengan kebatilan. Kebenaran Islam dari kebatilan jahiliyyah, kebenaran tauhid dari kebatilan syirik, kebenaran iman dari kebatilan kekufuran. Allah SWT berfirman,
“…Jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) pada di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal (8): 41)
Perang Badar adalah peperangan besar pertama antara kekuatan Islam dengan musuh-musuh Islam. Ia memang telah terjadi 1430 tahun yang lalu menurut kalender hijriyah. Namun sampai hari ini, bahkan sampai menjelang hari kiamat kelak, ia akan terus menjadi sumber pelajaran bagi kaum muslimin. Berjuta hikmah senantiasa ia pancarkan sebagai pelita jalan bagi para komandan dan prajurit jihad yang berjuang menegakkan Islam. Para dai, murabbi, mushlih, dan mujaddid, senantiasa menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kerasnya jalan dakwah, tarbiyah, ishlah, dan tajdid.
Allah SWT menghendaki perang Badar sebagai pelajaran abadi bagi setiap muslim dan muslimah. Bukan sekedar melantunkan senandung shalawat Badar yang mengandung tawasul bid’ah dan syirik. Juga bukan hanya membaca atau menghafal kisahnya dari buku-buku Sirah Nabawiyah. Lebih dari itu, bagaimana kaum muslimin mengambil pelajaran akidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, politik, ekonomi, dan militer dari perang Badar. Itulah yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kalian pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan segolongan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. Ali Imran (3): 13)
Saudaraku seislam dan seiman…
Kisah lengkap perang Badar sudah tertulis dalam buku-buku Sirah Nabawiyah. Shalawat Badar sudah terlalu sering kita dengar mengalun syahdu dari masjid dan majlis taklim. Namun, seberapa sering kita merenungkan dan mengambil pelajaran dari perang Badar? Sudahkah kita meluangkan waktu kita di bulan terjadinya perang Badar ini dalam kajian serius tentang hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik darinya? Sudahkah kita menjadi Ulil Abshar (orang-orang yang mempunyai mata hati) yang melaksanakan firman Allah SWT di atas?
Perang Badar adalah panggung nyata pelajaran akidah. Ia mengajarkan kemurnian niat lillahi Ta’ala dalam perjuangan, bukan memburu nikmat duniawi dengan kendaraan agama. Ia mengajarkan tawakal, tsiqah (percaya sepenuhnya), isti’anah (meminta pertolongan), dan istighatsah (meminta pertolongan saat bencana menimpa) kepada Allah semata. Ia menegaskan mu’jizat Nabi SAW, karamah para shahabat, dan turunnya pertolongan Allah. Ia meneguhkan iman kepada Allah, Rasul-Nya, dan malaikat-Nya. Ia mengajarkan wala’ kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum beriman. Ia mengabadikan bara’ kepada kaum musyrik, walau mereka adalah ayah, anak, saudara, atau kaum kerabat sendiri.
Perang Badar adalah wahana langsung pembelajaran ibadah. Ada pelajaran thaharah lewat air hujan. Ada pelajaran shalat wajib berjama’ah walau musuh sudah sejarak pandangan mata. Ada pelajaran shalat malam dan larut dalam khusyu’nya doa sebagai bekal sebelum berperang. Ada pelajaran dzikir sebelum, ketika, dan sesudah berperang.
Perang Badar mengajarkan akhlak secara praktik. Ia mengajarkan kepada setiap prajurit muslim untuk mendahulukan ajakan Allah dan Rasul-Nya walau tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan pribadi. Ia mengajarkan sikap siap dan taat kepada Rasulullah SAW meski bertolak belakang dengan kepentingan hawa nafsu. Ia mengajarkan pentingnya sabar dan tsabat (teguh, tidak mundur) saat bertemu musuh. Ia mengajari setiap komandan untuk bermusyawarah dengan bawahan, mencintai pasukan, dan mempedulikan semua kebutuhan mereka.
Perang Badar mengajarkan mu’amalah secara benar. Darinya, komandan memahami hak dan kewajibannya terhadap anggota pasukan. Pasukan mengenali hak dan kewajibannya terhadap komandan. Ia juga mengajarkan etika terhadap tawanan, harta rampasan perang, dan tebusan terhadap tawanan.
Perang Badar adalah teladan dalam ilmu kemiliteran. Memilih posisi yang tepat, menyediakan logistic yang cukup, mengirim mata-mata, menghimpun data yang akurat tentang kekuatan musuh, musyawarah komandan dengan para penasehat militer, membangun pos komando, menyiapkan dan mengatur barisan, mengatur siasat perang, ketaatan kepada komandan, kesolidan pasukan, keberanian dan keteguhan di medan laga, dan banyak pelajaran lainnya.
Perang Badar adalah sarana pembelajaran strategi ekonomi. Melemahkan kekuatan ekonomi musuh dengan menghadang dan merampas kafilah dagang mereka agar tidak dipergunakan sebagai sarana memerangi kaum muslimin, adalah tujuan utama keberangkatan pasukan Islam ke medan Badar. Suatu hal yang kini digembar-gemborkan oleh media massa zionis-salibis-sekuleris sebagai pembajakan, perampokan, dan kejahatan terhadap usaha bisnis kapitalis mereka.
Perang Badar juga merupakan ajang pertarungan politik antara kedua belah pasukan. Pihak yang menang akan meraih kepercayaan diri yang tinggi dan penghormatan dari bangsa Arab di seantero Jazirah Arab. Kaum Yahudi mulai memperhitungkan kekuatan kaum muslimin. Dan kaum musyrikin di Madinah terpaksa menampakkan diri sebagai orang-orang muslim, demi menyelamatkan nyawa dan harta mereka. Penduduk Madinah terbagi menjadi tiga; muslim, munafik, dan Yahudi. Kekuasaan Rasulullah SAW di Madinah semakin mantap, sedang kaum Yahudi dan munafik selalu mencari-cari kesempatan yang tepat untuk menikam dari belakang.      
Bahkan perang Badar membawa dampak luar biasa bagi bidang pendidikan. Anak-anak kaum muslimin di Madinah sibuk belajar baca-tulis. Gurunya adalah para tawanan perang musyrik yang memiliki keahlian baca-tulis, sebagai syarat pembebasan mereka. Pemberantasan buta huruf dan aksara begitu digalakkan. Kebodohan adalah musuh yang harus diperangi, sebagaimana mereka memerangi pasukan musrik di lembah Badar.
Benar yang beradu langsung adalah otot dan senjata di lembah Badar. Namun dimensi dan dampaknya meluas, merambah semua sektor kehidupan kaum muslimin dan kaum musyrikin. Demikian pentingnya kemenangan dan demikian berbahayanya kekalahan dalam perang ini, sehingga semalam suntuk Nabi SAW berdoa sambil menangis dalam shalat malamnya,
اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي .. اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي.. اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإسلام لا تُعْبَدْ فِي الأرْضِ!!
Ya Allah, laksanakanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku! Ya Allah, karuniakanlah kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku! Ya Allah,jika Engkau membiarkan kelompok kecil umat Islam ini kalah binasa, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi!” (HR. Muslim no. 3309)
Saudaraku seiman dan seislam…
Bulan Ramadhan adalah bulan jihad, ribath, dan kemenangan. Kemenangan mujahidin Imarah Thaliban di Afghanistan atas pasukan salibis NATO dan murtadin…kemenangan mujahidin Imarah Islam di Iraq atas pasukan salibis dan murtadin…kemenangan mujahidin Asy-Syabab atas pasukan salibis-murtadin di Somalia…kemenangan mujahidin Aden-Abyan atas pasukan murtadin di Yaman…dan kemenangan-kemenangan mujahidin lainnya di seluruh dunia…semoga merupakan rentetan panjang dari kemenangan telak perdana pasukan Islam di medan Badar  tahun 2 H.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kemenangan kepada mujahidin Islam yang ikhlash berjuang demi tegaknya syariat Allah di muka bumi sesuai manhaj Rasul-Nya…siapa pun mereka…di manapun mereka berada…dan kapan pun waktunya. Amien.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #3
Oleh: Muhib al-Majdi
http://www.arrahmah.com
filter your mind, get the truth

Ramadhan & Sirah Nabawwiyah 2 : Ramadhan, awal keteguhan dalam Iqamatuddin

Wahyu pertama telah disampaikan kepada Rasulullah SAW di gua Hira’. Namun perjumpaan pertama dengan malaikat Jibril yang di luar perkiraan tersebut telah menggetarkan Rasulullah SAW. Hati beliau diliputi rasa khawatir. Badan beliau gemetar dan berkeringat dingin. Beliau begitu takut, sehingga bergegas pulang menemui istrinya. “Selimutilah aku! Selimutilah aku!”pinta beliau. “Sungguh, aku khawatir atas diriku sendiri,” ujar beliau kepada Khadijah. Beliau lantas menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya.

Mendengar penuturan suami tercinta, Khadijah berkata dengan tegas namun lembut menyejukkan hati:
كَلاَّ، أَبْشِرْ فَوَاللهِ لاَ يُخْزِيكَ اللهُ أَبَدًا؛ وَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ تَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ.
Sekali-kali janganlah khawatir! Bergembiralah! Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakanmu. Demi Allah, engkau selama ini senantiasa menyambung tali kekerabatan, berkata jujur, menanggung beban orang yang lemah, memberi santunan orang yang tidak memiliki apa-apa, menjamu tamu, dan membantu orang-orang yang mengalami musibah.” (HR. Bukhari: Kitab bad-il wahyi no. 3 dan Muslim: Kitab al-iman no. 160)
Inilah kalimat-kalimat agung yang diucapkan oleh ummul mukminin, Khadijah, yang sanggup menentramkan hati Rasulullah SAW. Khadijah memerankan peran yang sangat fundamental dalam suasana pasca turunnya wahyu Allah yang pertama tersebut. Khadijah sebagai seorang istri yang shalihah telah meringankan kesempitan dada yang melanda diri Rasulullah SAW setelah perjumpaan hebat dengan malaikat Jibril tersebut. Khadijah meyakinkan beliau bahwa Allah SWT akan senantiasa melindungi dan membimbing beliau. Untuk itu, Khadijah menyebutkan berbagai sifat mulia yang selama ini dilakukan Rasulullah SAW di tengah masyarakat.
Khadijah menjelaskan bahwa Allah SWT sekali-kali tidak mungkin menghinakan dan menelantarkan Nabi SAW, dengan satu alasan. Beliau selalu mengamalkan ibadah-ibadah sosial. Pasti Allah SWT tidak akan menghinakan orang yang senantiasa menyambung tali kekerabatan, berbicara jujur, menanggung beban hidup orang-orang yang lemah, memuliakan tamu, dan membantu orang-orang yang terkena musibah.
Khadijah telah bertindak sebagai dokter jiwa, filosof ahli pikir, dan ahli hikmah yang memahami seluk beluk sunatullah terhadap diri hamba-Nya. Sesungguhnya pelaku kebaikan hanya akan memetik buah kebaikan, dan Allah tidak mungkin menzhalimi hamba-Nya. Kalimat-kalimat yang diucapkannya adalah nasehat-nasehat emas yang bahkan mendahului sabda Nabi SAW:
صَنَائِعُ الْمَعْرُوفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوءِ وَاْلآفَاتِ وَالْهَلَكَاتِ…
Perbuatan-perbuatan baik akan mencegah terjadinya kematian yang buruk, musibah-musibah dan kebinasaan dari diri pelakunya…” (HR. Al-Hakim dari Anas bin Malik, dengan sanad shahih)
صَنَائِعُ الْمَعْرُوفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوءِ وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيدُ فِى الْعُمْرِ
Perbuatan-perbuatan baik mencegah pelakunya dari musibah-musibah yang buruk, sedekah secara sembunyi-sembunyi bisa memadamkan murka Allah SWT, dan menyambung tali kekerabatan dapat memanjangkan usia.” (HR. Ath-Thabrani dari Abu Umamah Al-Bahili, 8/261 no. 8014. Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/115, berkata: sanadnya hasan)
Hati yang suci lagi menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat luas, kaum papa, lemah, dan tertindas tersebut sekali-kali tidak akan ditelantarkan oleh Allah. Kesedihan dan gundah gulana tak akan menyapanya. Rasa takut kepada sesama manusia tak akan pernah menjamahnya. Hatinya akan senantiasa lapang, gembira, dan menoak jauh-jauh debu kesempitan hidup.
 Sekali-kali janganlah khawatir!
Hatimu tidak akan sempit dan sedih, selama engkau membawa kebajikan kepada sesame manusia.
Bergembiralah!
Luka-luka akan mongering, rasa sakit akan hilang. Engkau akan menjalani kehidupan ini dengan hati yang baik, memancarkan limpahan cahaya kebajikan kepada umat manusia. Engkau akan membuka hati-hati yang terkunci, mata-mata yang terbutakan, dan telinga-telinga yang tersumbat dari kebenaran.
Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakanmu.
Engkau bukanlah tipe orang yang akan ditelantarkan dan dihinakan oleh Allah. Engkau adalah hamba-Nya yang senantiasa memuliakan sesama manusia, mengenyangkan orang-orang yang kelaparan, menghilangkan dahaga mereka, memberi pakaian orang-orang yang telanjang, dan memberi naungan bagi musafir yang tidak membutuhkan penginapan. Engkau adalah sosok seorang ayah, yang senantiasa mengelus lembut kepala anak-anak yatim. Engkau adalah seorang ibu, yang senantiasa memaafkan orang-oran yang berbuat buruk kepadamu.
 Demi Allah, engkau selama ini senantiasa menyambung tali kekerabatan
Engkau menyambung tali kekerabatan dengan kerabatmu yang memutusnya. Engkau menguatkan kerabat dekat yang lemah. Engkau cukupi kebutuhan kerabat dekat yang papa. Engkau adalah tulang punggung keluarga dan kerabatmu. Bagi orang yang lebih tua, engkau adalah anak yang berbakti. Bagi orang yang sebaya, engkau adalah saudara yang baik hati. Dan bagi orang yang lebih muda, engkau adalah orang tua yang mengasihi. Apa yang mereka dengar dan lihat dari dirimu hanyalah kebaikan.
Engkau senantiasa berkata jujur
Engkau tidak pernah berbohong. Engkau tidak pernah menipu mereka. Engkau tidak pernah member kesaksian palsu. Engkau tidak pernah memanipulasi. Masyarakat tidak pernah mendapatimu berbohong, walau sekali dalam seumur hidupmu. Jiwa ragamu bersih dari kotoran kedustaan.
Engkau selalu menanggung beban orang yang lemah
Bukan hanya membantu orang yang lemah, engkau juga memikulnya! Bukan hanya memikul dirinya, engkau juga memikul bebannya! Tiada orang lemah yang bertandang kepadamu, melainkan engkau penuhi kebutuhannya, engkau gembirakan hatinya, dan engkau muliakan kehinaannya.
Engkau selalu menjamu tamu
Alangkah beruntungnya orang yang singgah di rumahmu! Alangkah sedapnya hidangan yang kau sajikan untuk tamumu! Engkau nyalakan tungku, engkau masakkan kuah berdaging dan adonan roti yang lembut, dan engkau penuhi kebutuhannya. Jika tamu bermalam di rumahmu, mereka menikmati tidur yang nyeyak dan aman. Jika tamu keluar dari rumahmu, mereka merasakan kebahagiaan dan penghormatan dari tuan rumah.
Engkau selalu membantu orang-orang yang tertimpa musibah
Musibah yang dialami manusia beragam. Kesulitan hidup yang mendera mereka bertumpuk-tumpuk. Jika mereka dating meminta bantuan, engkau ulurkan bantuanmu. Kala mereka memerlukan pinjaman tanpa bunga, engkau salurkan pinjamanmu. Saat krisis ekonomi menghantam mereka, engkau kucurkan kedermawananmu. Bagi kaum papa, yatim, janda, dan orang-orang yang mengalami kesusahan…pintu rumahmu selalu terbuka lebar-lebar. Engkau  tempat yang selalu mereka rindukan.
Saudaraku seislam dan seiman…
Inilah akhlak sosial Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Qurasyi sebelum menerima wahyu. Ia adalah sumber kebajikan bagi segenap masyarakat. Jika dahulu ia dicintai oleh semua hati manusia…apakah kini ia akan ditelantarkan dan dihinakan oleh Sang Pencipta? Tidak, demi Allah, tidak akan pernah.
Inilah akhlak sosial yang harus menjadi akhlak setiap muslim dan muslima di zaman ini. Terlebih bagi para ustadz, da’I, mubaligh, ulama, dan aktifis muslim yang berjuang demi iqamatud dien. Wahyu pertama di bulan Ramadhan dikaruniakan kepada manusia agung yang memiliki akhlak agung. Jiwa yang agung dan akhlak yang mulia adalah syarat mutlak bagi para pengemban risalah Islam, agar mereka mampu sabar, tegar, dan istiqamah di jalan Allah SWt sampai mereka menemui balasan yang telah dijanjikan Allah SWT.
Di bulan yang penuh berkah ini, sudah seharusnya kita meniru akhlak sosial Rasulullah SAW …niscaya kita akan bahagia, dan Allah SWT tidak akan menelantarkan Anda.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Ramadhan & Sirah Nabawwiyah #2
Oleh: Muhib al-Majdi
http://www.arrahmah.com
filter your mind, get the truth