Nasihat

"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya"

Jumat, 09 September 2011

Pancasila Bukan Untuk Menindas Umat Islam

Bisa dikatakan, sejarah perjalanan bangsa Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 adalah sejarah pemaknaan dan penafsiran Pancasila. Berbagai kelompok dan aliran ideologi berusaha memberikan tafsir Pancasila, sesuai dengan aspirasi ideologisnya. Kaum Kristen, misalnya, mengembangkan model penafsiran sekular dan netral agama untuk Pancasila. Orde Lama mengembangkan penafsiran Pancasila ala ”nasakom” yang memadukan antara agama, nasionalis, dan komunis. Orde Baru muncul dengan jargon koreksi total terhadap Orde Lama dan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal, ideologi bangsa, dan pedoman moral bangsa. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)  sempat dijadikan sebagai model tafsir tunggal terhadap Pancasila. Penataran-penataran Pancasila digalakkan. Toh, akhirnya, penafsiran dan penarapan Pancasila semacam itu didikoreksi oleh generasi berikutnya.
Hingga kini, setelah 10 tahun lebih era reformasi berjalan, banyak pihak masih terus mencari-cari rumusan baru tentang model penafsiran Pancasila. Bahkan, tidak sedikit yang mulai khawatir akan masa depan Pancasila.  Namun, sebagian masih terus menggebu-gebu mengangkat dan menjadikan Pancasila sebagai ”alat pemukul” terhadap aspirasi umat Islam di Indonesia. Setiap ada peraturan atau perundang-undangan yang diperuntukkan bagi orang Islam di Indonesia, langsung dituduh dan dicap sebagai ”anti-Pancasila” dan ”anti-NKRI”.
Sebuah Tabloid Kristen, Reformata edisi 103/2009, misalnya,  kembali mempersoalkan penerapan syariat Islam di Indonesia. Para anggota DPR yang sedang menggodok RUU Makanan Halal dan RUU Zakat dikatakan akan meruntuhkan Pancasila dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”Para pihak yang memaksakan kehendaknya ini, dengan dalih membawa aspirasi kelompok mayoritas, saat ini telah berpesta pora di atas kesedihan kelompok masyarakat lain, karena ambisi mereka, satu demi satu berhasil dipaksakan. Entah apa jadinya negara ini nanti, hanya Tuhan yang tahu,” demikian kutipan sikap Redaksi Tabloid tersebut.
Tabloid Kristen Reformata edisi 110/2009 kembali mempersoalkan penerapan syariat Islam bagi umat Islam di Indonesia. Edisi kali ini mengangkat judul sampul: “RUU Diskriminasi Segera Disahkan.”  Yang dimaksudkan adalah RUU Makanan Halal yang akan disahkan oleh DPR. Tabloid yang terbit menjelang Pilpres 2009 ini, menulis pengantar redaksinya sebagai berikut: “Kita memerlukan presiden yang tegas dan berani menentang segala intrik atau manuver-manuver kelompok tertentu yang ingin merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Ketika kelompok ini merasa gagal memperjuangkan diberlakukannya ”Piagam Jakarta”, kini mereka membangun perjuangan itu lewat jalur legislasi. Mereka memasukkan nilai-nilai  agama mereka ke dalam peraturan perundang-undangan. Kini ada banyak UU yang mengarah kepada syariah, misalnya UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Wakaf, UU Sisdiknas, UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah (SUKUK), UU Yayasan, UU Arbitrase, UU Pornografi dan Pornoaksi, dan lain-lain. Apa pun alasannya, semua ini bertentangan dengan prinsip dasar negeri ini.”
Sikap kaum Kristen – dan juga sebagian warga Indonesia lainnya – yang sangat gigih menolak segala hal yang berbau Islam di Indonesia sangat mengherankan. Bahkan, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), induk kaum Katolik di Indonesia, telah mengirimkan surat kepada para capres ketika itu. Isinya sebagai berikut: ”Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kami menganjurkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih untuk membatalkan 151 peraturan daerah ini dan yang semacamnya serta tidak pernah akan mengesahkan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.”
Bukan hanya Perda-perda yang dianggap berbau syariat Islam yang dipersoalkan. Pihak Kristen juga masih mempersoalkan UU Perkawinan yang telah berlaku di Indonesia sejak tahun 1974. Aneh juga, kalau UU tentang Sisdiknas yang sudah disahkan oleh DPR dan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tahun 2003 juga terus dipersoalkan, dan dianggap oleh kaum Kristen sebagai hal yang bertentangan dengan Pancasila.
Benarkah pemahaman Pancasila versi kaum Kristen tersebut?  Jika ditelusuri, sikap kaum Kristen terhadap Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana dipaparkan dalam buku terbaru karya Dr. Adian Husaini ini, masih belum banyak bergeser banyak dari pandangan dan sikap kaum penjajah Belanda. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, pihak Kristen sudah berhasil memaksakan kehendaknya, sehingga pada 18 Agustus 1945, ”tujuh kata” (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dihapus dari Piagam Jakarta. Umat Islam ketika itu terpaksa menerima, untuk menjaga keberlangsungan Negara Merdeka yang baru saja diproklamasikan satu hari sebelumnya.
Tetapi, Piagam Jakarta kemudian dikembalikan oleh Bung Karno dalam Dekrit 5 Juli 1959. Jadi, Piagam Jakarta adalah dokumen yang sah yang di masa Bung Karno juga dijadikan sebagai konsiderans sejumlah produk perundang-undangan. Anehnya, begitu memasuki era Orde Baru,  Piagam Jakarta justru dijadikan ”momok” dan barang haram yang harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan berbangsa dan bernegara.  Di masa itu, orang yang menjadikan Piagam Jakarta sebagai landasan hukum dicap sebagai bagian dari ekstrim kanan. Di dalam buku Strategi Politik Nasional karya Ali Moertopo, (Jakarta: CSIS, 1974), digariskan strategi politik Orde Baru di bidang ideologi: ”…Demikian pula usaha-usaha untuk menyelewengkan Pancasila ke arah kanan dengan memasukkan Piagam Jakarta sebagai dokumen hukum, dan secara lebih ekstrim untuk mendirikan negara Islam, juga telah diatasi, khususnya dalam Sidang MPRS ke-V meskipun di sana-sini masih disebut-sebut tentang Piagam Jakarta.”
Jadi, menurut Ali Moertopo yang pernah menguasai politik Orde Baru pada dekade 1970-an, usaha memasukkan Piagam Jakarta sebagai dokumen hukum disebut sebagai upaya untuk menyelewengkan Pancasila. Cara pandang yang a-historis dan tidak konstitusional seperti ini masih saja dipakai oleh sebagian kalangan tertentu. Ini adalah akibat kesalahpahaman terhadap  Pancasila. Sayang sekali, para tokoh Kristen di Indonesia, masih belum bersedia menerima kenyataan sejarah dan hak konstitusional umat Islam, sehingga terus memproduksi pemahaman yang keliru, dan dalam beberapa hal bisa meningkatkan kebencian dan kecurigaan terhadap kaum Muslim di Indonesia, sehingga sering keluar ungkapan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Contoh pemahaman Pancasila yang sekularistik dan netral agama diterapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) periode 1977-1982, Dr. Daoed Joesoef. Tokoh CSIS ini menuliskan dalam memoarnya bahwa semasa menjabat Menteri P&K ia telah berusaha keras meyakinkan Presiden Soeharto agar negara Indonesia membuat pemisahan yang tegas antara agama dan negara. Meskipun seorang Muslim, Daoed menolak untuk mengucapkan salam Islam. Alasannya, ia bukan menterinya orang Islam saja dan Indonesia juga bukan negara Islam.  ”Aku katakan, bahwa aku berpidato sebagai Menteri dari Negara Republik Indonesia yang adalah Negara Kebangsaan yang serba majemuk, multikultural, multiagama dan kepercayaan, multi suku dan asal-usul, dan lain-lain, bukan Negara Agama dan pasti bukan Negara Islam,” kata Daoed Joesoef.
Daoed Joesoef juga meminta agar di Istana Negara diselenggarakan Perayaan Natal Bersama, bukan hanya Maulid Nabi Muhammad saw. Dalam memoarnya yang berjudul Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran (2006), Daoed Joesoef menjabarkan secara panjang lebar gagasan dan harapannya agar Indonesia menjadi negara yang netral secara agama, sebagaimana Turki. Ia berharap Presiden Soeharto bersikap seperti Mustafa Kemal Ataturk, Bapak sekular Turki. Tapi, harapannya kandas. Presiden Soeharto hanya mengangkatnya sebagai Menteri P&K satu periode saja.
Itulah contoh pemahaman tentang Pancasila yang netral agama.  Untuk meminggirkan aspirasi dan hak konstitusional umat Islam, selama beberapa dekade dikembangkan berbagai ragam penafsiran Pancasila yang sekular dan ”netral-agama”.  Pancasila diletakkan dalam bingkai konsep sekular. Setiap ada usaha kaum Muslim untuk menerapkan agamanya pada level kemasyarakatan dan kenegaraan, maka akan serta merta dituduh telah menyimpang dari Pancasila.
Padahal, sejarah kelahiran Pancasila dan bunyi teks Pembukaan UUD 1945 – yang hanya beda 7 kata dengan Piagam Jakarta, dan merupakan sumber naskah Pancasila  – sebenarnya sangat kental dengan nuansa pandangan-dunia atau pandangan-alam Islam (Islamic worldview), bukan pandangan dunia sekular atau ateis. Para tokoh Islam yang terlibat dalam perumusan Pancasila, seperti KH Wahid Hasjim (NU), Haji Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, dan Abikoesno Tjokrosoejoso, Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah) dan sebagainya, berhasil mempengaruhi rumusan tersebut, sehingga seharusnya mampu mencegah penggunaan Pancasila sebagai alat pemukul aspirasi umat Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pandangan para tokoh Islam, bahwa Pancasila – khususnya Ketuhanan Yang Maha Esa — adalah konsep Tauhid, tetap tidak berubah. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:  “Kata “Yang Maha Esa” pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata “Yang Maha Esa” merupakan penegasan dari sila Ketuhanan, sehingga rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu mencerminkan pengertian tauhid (monoteisme murni) menurut akidah Islamiyah (surat al-Ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya, maka kita bersyukur dan berdoa.”
Berbeda dengan para tokoh Islam, para tokoh Kristen di Indonesia selama beberapa dekade telah memberikan tafsir Pancasila yang netral agama. Terkait dengan tema Pancasila dan Agama, tokoh Katolik Prof. Dr. N. Drijarkoro S.J. dalam Seminar Pancasila I di Yogyakarta pada tanggal 16-20 Februari 1959, membuat sejumlah kesimpulan, bahwa: “Negara yang berdasarkan Pancasila bukanlah negara agama, tetapi bukan negara profan, sebab dengan Pancasila, kita berdiri di tengah-tengah. Tugas negara yang berdasarkan Pancasila hanyalah memberi kondisi yang sebaik-baiknya pada hidup dan perkembangan religi. Dengan demikian oleh negara dapat dihindari bahaya-bahaya yang dapat timbul bila agama dan negara dijadikan satu.”
Selanjutnya dikatakan oleh Drijarkoro S.J: “Negara yang berdasarkan Pancasila bukanlah negara yang sekular, karena mengakui dan memberi tempat pada religi. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa negara itu adalah negara agama, sebab negara tidak mendasarkan diri atas sesuatu agama tertentu. Negara yang berdasarkan Pancasila adalah negara yang “potentieel religieus” artinya memberikan kondisi yang sebaik-baiknya bagi kehidupan dan perkembangan religi. Jadi negara Pancasila itu tidak bersikap indifferent terhadap religi. Perumusan Ketuhanan Yang Maha Esa harus dipandang menurut keyakinan bangsa kita yakni sebagai monotheisme.”
Di masa Orde Lama, ketika dekat dengan PKI, Bung Karno pernah menjadikan Manipol/USDEK sebagai tafsir resmi Pancasila. Keduanya merupakan satu kesatuan, sambil membuat perumpamaan kesatuan antara al-Quran dan hadits. Dikatakan  oleh Soekarno:  “Quran dan hadits shahih merupakan satu kesatuan, maka Pancasila dan Manifesto Politik dan USDEK pun merupakan satu kesatuan. Quran dijelaskan oleh hadits, Pantjasila dijelaskan dengan Manifesto Politik serta intisarinya yang bernama USDEK. Menifesto Politik adalah pemancaran daripada Pancasila! USDEK adalah pemancaran daripada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila adalah terjalin satu sama lain.”
Di masa Orde Baru, Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal bagi Ormas dan Orpol. Juga, dikembangkan tafsir Pancasila model P4. Akhirnya, sejarah membuktikan, Pancasila terpuruk bersama Orde Baru. Wakil Kepala BIN As’ad Said Ali, dalam bukunya yang berjudul ”Negara Pancasila” (2009) menjelaskan serangkaian kekeliruan penafsiran Pancasila dan akibatnya sekarang: ”Sejarah selanjutnya dapat kita simak. Pancasila yang telah direbut negara justru kedodoran ketika menjelaskan perilaku pemerintahan. Masyarakat tidak mampu mengontrol, karena kebenaran dan kontrol ideologi hanya milik negara. Padahal, Pancasila belum mampu berkembang menjadi ”ideologi ilmiah” atau apa pun yang dapat dipertandingkan dengan ideologi-ideologi besar.
Keinginan Pancasila untuk membumi malah kontraproduktif menjadi indoktrinasi. Pancasila kemudian tersudut, dikeramatkan, dimonopoli, dan dilindungi dengan tindak kekerasan. Pancasila yang keropos itu akhirnya mengalami nasib naas; jatuh tersungkur bersama rezim Orde Baru. Masyarakat menjadi trauma dengan Pancasila. Dasar negara ini seolah dilupakan karena hampir identik dengan rezim Orde Baru. Tragedi demikian seperti mengulang pengalaman tiga dekade sebelumnya. Sejarah berulang.”
Jadi, bagaimana sebenarnya pemahaman Pancasila yang tepat?  Buku yang ditulis Dr. Adian Husaini ini membuktikan besarnya pengaruh Pandangan Dunia atau Pandangan Alam Islam (Islamic worldview) terhadap Pembukaan UUD 1945, meskipun telah dikurangi tujuh kata (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya).  Perdebatan-perdebatan seru di BPUPK dan PPKI membuktikan ketangguhan dan kejeniusan para tokoh Islam dalam memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam rumusan dasar negara. Kegagalan mereka dalam mewujudkan sebuah negara berdasar Islam secara ekspilit, tidak mengurangi semangat juang mereka untuk tetap menjadikan Pembukaan UUD 1945 – yang didalamnya terkandung Pancasila – sebagai konsep dasar negara yang bermakna Tauhid. I.J Satyabudi, seorang penulis Kristen, mengakui: “Umat Kristen dan Hindu harus gigit jari dan menelan ludah atas kekalahan Bapak-bapak Kristen dan Hindu ketika menyusun Sila Pertama ini.”
Bukan hanya itu. Rumusan sila kedua dari Pancasila (Kemanusiaan yang adil dan beradab) juga berhasil diamankan dari pandangan-dunia sekular.  Jika sebelumnya, dalam sidang BPUPK, Soekarno dan M. Yamin mengusulkan rumusan ”Peri-kemanusiaan” dalam Pancasila, maka para tokoh Islam di Panitia Sembilan, yaitu KH Wahid Hasjim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Abdul Kahar Muzakkir, berhasil memasukkan dua kata kunci dalam Islam, yaitu kata adil dan adab dalam rumusan sila kedua tersebut. Dua kata itu merupakan istilah kunci dalam Islam (Islamic basic vocabulary) dan hanya bisa dimaknai dengan tepat jika merujuk kepada makna yang ada dalam kosa kata Islam.  Dalam buku ini, diuraikan secara panjang lebar bagaimana makna dua istilah itu dalam Islam, dengan merujuk terutama pada pendapat KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU,  dan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas.
Bagaimana Islam memandang Pancasila? Prof. Kasman Singodimedjo, tokoh Islam yang juga anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, memberikan pandangan lugas:  “Bahwa Islam mempunyai kelebihan dari Pancasila, maka hal itu adalah baik, pun baik sekali untuk/bagi Pancasila itu sendiri dan pasti tidak dilarang oleh Pancasila, bahkan menguntungkan Pancasila, karena Pancasila akan dapat diperkuat dan diperkaya oleh Islam.”
Pada akhirnya, Prof. Kasman mengingatkan, bahwa yang lebih menentukan adalah kenyataan di lapangan. Jika umat Islam menginginkan Islam tegak di bumi Indonesia, maka mereka harus berjuang keras melaksanakan dakwah di dalam realitas kehidupan. Jauh sebelum penjajah Kristen datang ke Nusantara, Islam telah dipeluk oleh mayoritas penduduk di Kepulauan Nusantara. Islam telah menjadi pandangan dunia yang dominan di wilayah ini. Meskipun bukan sebuah rumusan formal dari sebuah konsep negara berdasarkan Islam, tetapi Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 tidak bisa dimaknai sembarangan sebagai konsep sekular dan netral agama yang ditujukan untuk menindas atau mengeliminasi hak-hak konstitusional umat Islam Indonesia.
Pada sisi lain, umat Islam Indonesia saat ini perlu memahami sejarahnya dengan baik, khususnya sejarah perjuangan para pejuang Islam, baik sebelum masa kemerdekaan maupun masa sesudahnya.  Para pejuang itu telah mengalami dinamika perjuangan yang keras dan panjang yang kemudian menemukan titik solusi dan kompromi pada tataran realitas perjuangan.  Upaya untuk menegakkan Islam di Indonesia telah dilakukan oleh generasi demi generasi yang datang silih berganti. Hasil-hasil perjuangan mereka harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Di negara Indonesia saat ini, dengan dasar Pancasila – sebagaimana dirumuskan dan dipahamkan oleh para tokoh Islam pendiri NKRI — begitu luas tersedia ruang untuk berjuang. Umat Islam leluasa sekali membuat sekolah Islam, radio Islam, TV Islam, rumah sakit Islam, Bank Islam, dan sebagainya. Jangan sampai ada seorang yang karena tidak mampu  mengelola sekolahnya dengan baik, lalu menyatakan, bahwa sekolahnya gagal karena Indonesia bukan merupakan negara Islam.
Itulah Pancasila dengan berbagai ragam dan kontroversi sepanjang sejarahnya yang diungkapkan secara menarik dalam buku karya Dr. Adian Husaini ini. Silakan baca dan renungkan secara mendalam isi buku ini!  Buku ini membuktikan bahwa ternyata masih banyak yang perlu digali dan dipelajari dari khazanah sejarah perjuangan Islam di Indonesia. Buku ini juga membawa pesan penting: tidak patut ada yang merasa seolah-olah selama ini belum pernah ada orang atau kelompok yang memperjuangkan Islam secara sungguh-sungguh di Indonesia; dan sekarang, barulah dia atau kelompoknya saja yang benar-benar memperjuangkan Islam secara sungguh-sungguh di Indonesia.  Anggapan semacam itu tentu saja keliru.
Maka, belajarlah dari sejarah dengan sungguh-sungguh. Pelajari bagaimana para pejuang Islam dulu telah berjuang selama ratusan tahun di Indonesia, agar cita-cita yang tinggi dan mulia tidak berujung pada kegagalan. Tidak patut seorang mukmin disengat ular pada lobang yang sama!  Untuk itu, bacalah buku Pancasila bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam.  Baca dulu, baru bicara! Wallahu a’lam bish-shawab. 
 (admin/cse/adianhusaini.com)

Anak Bangsa Indonesia Ubah Perkembangan Riset Dunia

Tema: Inovasi Karya Anak Bangsa menuju Kemandirian Nasional.

when i push my self to the limit,
i will be surprised with the result that shows how far i can go
this is not perfect, but i'm doing it with all of my heart
yes i will keep on writing on something that i don't know yet-
it is the only way I can challenge myself and have myself to actually grow
don't stay beneath your shell


Pendahuluan: Indonesia dan Kemandirian Nasional

Kemandirian nasional dapat tercermin dari kemampuan suatu bangsa untuk bertahan hidup dengan menggunakan semua jenis sumber daya dan kemampuannya (skill) yang berasal dari dalam negeri. Suatu bangsa bisa disebut menuju kemandirian nasional apabila sedikit demi sedikit ia meminimalisir ketergantungannya akan pihak luar negeri.

Memang cukup memprihatinkan apabila kita melihat banyak dari pemimpin negeri ini yang belum menyadari urgensi dari kemandirian nasional. Banyak aset negara yang diserahkan ke pihak asing karena merasa bahwa anak bangsa tidak mampu untuk mengelolanya dengan baik. Atau mungkin terdapat suatu kepentingan elit politik yang tersembunyi di balik perjanjian penyerahan kekayaan Indonesia kepada asing tersebut. Walapun kita mendapat bayaran dari aset negara yang kita sewa/ jual, namun pasti tidak seberapa jumlahnya dari total yang pihak asing akan hasilkan. Aku jadi teringat akan kalimat yang sering disebut-sebut oleh Prof. Sri Edi Swasono dalam mata kuliah Sistem Ekonomi yang ia bawakan:
Yang terjadi bukanlah Pembangunan Indonesia, namun Pembangunan di Indonesia.
Miris aku mendengarnya. Di sinilah bukti nyata bahwa kemandirian nasional belum diberikan perhatian yang khusus oleh sebagian besar dari pemimpin-pemimpin bangsa ini. Kita belum diberikan ruang untuk pembuktian diri bahwa kita, anak-anak Indonesia, itu sebenarnya mampu.

Mengapa Indonesia harus meraih kemandirian nasional? Untuk memperkuat identitas bangsa; untuk mempertegas kedaulatan negeri; untuk membuktikan pada dunia bahwa tidak sia-sia semua yang telah diperjuangkan oleh para founding fathers negeri kita di masa lalu, yang menginginkan agar Indonesia dapat menentukan nasibnya sendiri; dan yang paling penting adalah agar persatuan dan kesatuan negara tidak terkoyak dan tercabik habis oleh segala macam bentuk institusi predatoris yang dengan sigap menyusup masuk ke dalam urusan domestik untuk menggoyahkan keberlangsungan dan ketahanan legitimasi negeri ini (pengakuan rakyat terhadap kekeuasaan sebuah pemerintahan atau negara).

Indonesia merupakan bangsa yang berjiwa besar. Begitu banyak penduduknya dari berbagai daerah yang memiliki kemauan keras untuk belajar dan meningkatkan taraf hidupnya. Hal tersebut secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan bangsa secara umum. Bangsa yang besar adalah bangsa dengan kemandirian nasional yang tinggi. Tidak mudah diintervensi dan tidak mudah duntuk digoyah oleh pihak asing. Kemandirian nasional dapat diperoleh dari inovasi. Menurut Marzan A Iskandar, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,
Inovasi merupakan hasil dari pengetahuan, keterampilan atau pengalaman yang berupa pencitraan, perubahan atau perbaikan barang dan jasa atau produk. Syarat sesuatu itu disebut inovasi adalah bahwa sudah termanfaatkan dan mempunyai nilai yang baik secara ekonomis dan sosial.
Dunia semakin berkembang dan tiap-tiap elemen yang terpisah di dalamnya dituntut untuk meningkatkan competitivenessnya masing-masing untuk dapat bersaing satu sama lain. Darwinian theory mengenai Survival of the Vetus pun mencuat ke permukaan. Siapa yang kuat, dia akan bertahan. Arus globalisasi dan persaingan bebas tidak lagi dapat dibendung. Free flow of capital and human resources bukan lagi sekedar teori, namun dapat kita saksikan secara langsung di depan mata, tanpa ia peduli apakah kita siap atau tidak. Indonesia mau tidak mau harus menghadapi paksaan persaingan yang begitu ketat.

Namun terdapat hikmah di balik itu semua. Menurut Harvard Point of View mengenai Market Power (kekuatan pasar, co: monopoli memiliki market power yang besar) dan Inovasi, dikatakan bahwa pressure creates improvement/ innovation. Dalam pasar yang kompetitif, dorongan kompetisi yang begitu kuat akan menciptakan terjadinya inovasi. Kemudian pertanyaan selanjutnya bagi Indonesia adalah, are we ready? Well, we Must be ready!

Memang perlu sifatnya sebuah motivasi bagi kita. Sesuatu yang dapat mendorong kita untuk berkarya sehingga memunculkan sebuah inovasi yang lebih baru lagi, dan kemudian dapat meningkatkan kepercayaan diri, sehingga bangsa Indonesia dapat mengepakkan sayapnya lebih lebar dan terus menciptakan karya-karya baru. Hasil karya tersebut dapat digunakan untuk kemajuan dan pembangunan bangsa serta menjadi instrumen yang digunakan untuk memperkuat eksistensi innovator/ inventor lokal.

Kemandirian nasional dapat diwujudkan dari identitas perekonomian bangsa yang kuat, yang tidak mudah diintervensi oleh asing. Pemanfaatan aset-aset negara pun dimaksimalkan. Hasil cipta dan karya masyarakat Indonesia harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya, agar mereka terus memiliki semangat yang tinggi untuk menciptakan penemuan-penemuan baru. Inovasi akan menghasilkan comparative advantage yang akan mampu membawa Indonesia menjadi negara yang lebih mandiri melalui sektor industri yang disokong oleh penemuan-penemuan dan hasil karya anak bangsanya.

Anak Bangsa Torehkan Sejarah dalam Inovasi Teknologi Tingkat Dunia:
Dr. Warsito dan Teknologi Bidang Tomografi

Telah banyak hasil-hasil karya inovasi brilian yang dihasilkan oleh orang-orang kita. Mulai dari sistem operasi GARUDA, blog hosting dagdigdug.com, anti virus ARTAV, jejaring sosial SALINGSAPA, dan lain sebagainya. Untuk melihat penemuan-penemuan lain, mungkin kalian bisa lihat di website ini sebagai referensi. (bukan milik penulis)

Banyak yang sudah membahas mengenai penemuan dan inovasi dalam bidang IT, jadi pada kesempatan kali ini, aku ingin mengulas sedikit mengenai salah satu anak bangsa yang berhasil menorehkan sejarah bangsa Indonesia dalam melahirkan penemu yang telah diakui dalam taraf internasional. Hasil temuannya ini memiliki dampak yang besar bagi masyarakat di seluruh dunia. Penemuannya membuka jalan yang lebih lebar untuk mendapatkan hasil penelitian-penelitian (riset) yang lain, yang pada akhirnya memiliki kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan manusia.

Memang pada zaman yang telah berkembang seperti sekarang ini, ada semacam aturan tidak baku bagi tiap-tiap negara untuk memaksimalkan kemampuannya dalam bidang teknologi. Penguasaan teknologi menjadi aspek yang begitu krusial karena ia memiliki peran yang sangat penting untuk menunjang industri-industri strategis negara. Industri ini pun yang kemudian akan membuka lapangan pekerjaan dan juga menghasilkan produk-produk lokal yang siap untuk dikonsumsi masyarakat. Di situlah peran inovasi dalam teknologi yang menjadi sangat penting karena dipersiapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.



Salah satu mahakarya anak bangsa yang mampu membuatku terbengong-bengong dan tidak bisa menutupi rasa takjubku adalah suatu karya ilmiah Dr. Warsito, M.Eng. Mungkin beberapa dari kalian telah mengenal beliau sebelumnya. Beliau adalah scientist kelas dunia yang merupakan asli orang Indonesia. Dr. Warsito merupakan penemu Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) Scanner 4 Dimensi. Hasil temuannya ini pun tidak main-main dan telah digunakan oleh NASA, Departemen Energi Amerika Serikat, juga industri-industri lain di seluruh dunia. Dia memberikan bangsa Indonesia bukti nyata bahwa Indonesian can think, Indonesian can create, rather than only duplicate. Motivasi semacam inilah yang harusnya mampu membangkitkan jiwa-jiwa kelaparan kita akan ilmu pengetahuan (dalam rumpun apapun itu) dan juga menghasilkan karya-karya yang mampu menunjang cita-cita bangsa untuk menjadi lebih mandiri.

Pernahkah kalian mendengar mengenai teknologi tomografi sebelumnya? Sebuah teknologi canggih yang digunakan untuk memindai berbagai macam objek dari tubuh manusia, dari berbagai macam proses kimia, industri perminyakan, reaktor nuklir, bahkan hingga perut bumi. Kemudian, seorang pribumi dari Solo yang lahir sekitar 44 tahun yang lalu berhasil menemukan alat pemindai tubuh yang lebih murah dan akurat berkat kerja keras dan dedikasinya yang tinggi dalam dunia riset semenjak tahun 1991, ketika ia masih mengenyam bangku pendidikan S1 di Jepang. Alat canggih temuan beliau tersebut dinamakan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT). Hal ini pun yang membuatnya lebih dikenal sebagai salah satu pionir dari penggunaan teknologi tomografi oleh akademisi tingkat dunia. Saat ini dunia memang kembali dikejutkan dengan penemuannya yang paling spektakuler, yaitu tomografi volume 4 dimensi yang mana dipatenkan di Amerika dan lembaga paten internasional PTO/WO tahun 2006. Temuannya tersebut merupakan teknologi pemindaian 3D (tiga dimensi) dengan objek bergerak dengan kecepatan tinggi, sehingga menghasilkan citra 4D (empat dimensi).

ECVT yang disebut juga sebagai teknologi tomografi medan listrik tersebut dapat digunakan untuk melihat apa-apa yang terjadi di dalam tubuh manusia. Pada saat mengembangkan teknologi tomografi paling mutakhir tersebut, Dr. Warsito memiliki harapan agar alat yang ia ciptakan kelak dapat memberikan kontribusi terhadap ranah ilmu kedokteran, sebuah inovasi teknologi untuk mendiagnosa tubuh manusia secara murah dan aman. Contohnya adalah digunakan sebagai scanner 4 dimensi bagi ibu yang sedang hamil. Selain itu diharapkan juga agar penemuannya tersebut dapat memberikan sumbangsih terhadap para pasien miskin apabila mereka harus mengecek kesehatan tubuh mereka menggunakan alat pemindai tubuh.


Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) atau teknologi tomografi medan listrik tiga dimensi, menjadikan proses pemindaian tubuh menjadi lebih murah dan akurat ketimbang menggunakan CT-Scanner dan MRI. CT-Scanner (Computed Tomography Scanner) adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendiagnosa organ tubuh dengan tujuan mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari organ tersebut. Gambar tersebut didapatkan dengan menggunakan teknologi canggih yang menggunakan radiasi nuklir seperti sinar-x, sinar gamma dan neutron. Hasil pemotretan tersebut direkam dalam film sinar-x. CT-Scanner yang merupakan sebuah metode penggambaran medis ini pun menggunakan teknologi tomografi.

Sedangkan MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah suatu alat diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan magnet besar dan gelombang frekuensi radio. Hasilnya pun akan ditampilkan di layar monitor menjadi sebuah gambar yang jelas dari struktur rongga tubuh bagian dalam. (medistra)

Teknologi MRI menghasilkan gambar dua dimensi, sementara teknologi ECVT menghasilkan citra tomografi yang lebih dari itu. Cara mengoperasikannya pun lebih mudah. Apabila MRI membutuhkan pasien untuk masuk ke dalam tabung, maka ECVT hanya membutuhkan pasien untuk melewati pintu detektor. Resolusi MRI pun cukup menunjukkan ketertinggalannya dibandingkan hasil dari teknologi yang mutakhir ini. Dapat dilihat bukan, bagaimana canggihnya temuan anak bangsa yang satu ini?

Dr. Warsito boleh berbangga hati, karena teknologi tomografi temuannya diperkirakan akan mengubah perkembangan riset dan teknologi secara drastis. Bidang-bidang tersebut adalah bidang energi, proses kimia, kedokteran, sampai bidang nano technology. Saat ini teknologi hasil inovasinya tersebut telah dipergunakan oleh NASA untuk memindai objek dielektrika pada pesawat ulang-alik selama melakukan misi ke antariksa. Selain itu teknologinya juga telah digunakan oleh Departemen Energi Amerika Serikat, juga industri-industri lain di seluruh dunia.

Dr. Warsito dengan EdWar Technology, lembaga resmi untuk research and development dalam bidang teknologi tomografi yang ia bentuk pada 2007 lalu, mengadakan kerjasama partnership dengan salah satu perusahaan Tech4Imaging milik Ohio State University hingga saat ini. Perusahaan tersebut memiliki fokus pada pembangunan dan komersialisasi dari imaging technology, yang memiliki target untuk meningkatkan kinerja bidang-bidang yang berhubungan langsung dengan industri dan peralatan yang sering digunakan untuk kegiatan medis (medical application).

Jika dilihat dari penemuannya yang sudah diakui dunia, pasti tidaklah mudah untuk mencapai itu semua. Cobaan hidup dan terpaan alam yang keras telah banyak membuatnya jatuh bangun dan he is still managed to keep moving forward. Terus maju. "You have to be the first, the best, or different", merupakan prinsip yang selama ini ia tanamkan dalam diri.


Pelajaran dari Anak Bangsa untuk Anak Bangsa:
Inovasi dari Kerja Keras dan Tetaplah
Down to Earth
Seorang ilmuan, penemu, dan researcher handal ini rupanya tidak melupakan arti dari nasionalisme. Terinspirasi dari Bapak Habibie, ia menolak tawaran untuk memperpanjang kontrak dengan Ohio State University, dan lebih memilih untuk pulang ke Indonesia, walau kini usaha riset yang ia lakukan tidak lagi didukung oleh kenyamanan finansial dengan fasilitas seperti yang pernah ia peroleh dari kontraknya semasa menetap di Amerika dulu. Beliau telah meresapi dan mengimplementasikan arti dari kemandirian nasional yang sesungguhnya. Kecintaannya terhadap tanah air dan determinansinya untuk berkontribusi bagi negara tidak dapat diintervensi oleh kenikmatan dari asing akan segala kemudahan yang pasti akan menunjang karirnya hingga melejit ke taraf yang lebih tinggi lagi. Tapi benarkah kemudahan dan fasilitas dapat mendorong seseorang untuk dapat berinovasi dengan lebih baik? Belum tentu, tekannya pada salah satu artikel yang ia tulis di blog pribadinya.

Tidaklah mudah untuk mencapai puncak. Beliau harus merasakan dahulu kehilangan hasil riset yang telah dilakukannya selama belasan tahun akibat hangusnya komputer setelah disambar petir dan jebolnya laptop satu-satunya yang ia miliki. Dengan bantuan tim ahli yang ia bentuk, Center for Tomography Research Laboratory (CTECH Labs), mereka kembali membongkar semua arsip dan catatan riset yang telah lama tersimpan. Di sinilah kunci keberhasilan yang dialami oleh beliau. Sempat terjatuh walau hanya sebentar, lalu kembali bangkit dengan semangat yang membara.

Telah memukaunya jasa yang ia torehkan untuk membangun derajat bangsa ini, sekarang beliau telah membangun dan menjalankan pusat riset dan produksi sistem teknologi tomografi 4 dimensi yang pertama di dunia dan pusatnya berada di Tangerang, Banten. Yang patut kita apresiasi adalah walaupun instansi tersebut masih terbilang memiliki skala yang kecil, produk yang dihasilkan oleh institusi tersebut adalah 100% berasal dari dalam negeri dan melibatkan ilmuwan-ilmuwan lokal. Kini produk-produk mereka pun telah dipasarkan hingga ke Amerika Serikat.

Dr. Warsito juga telah mendapatkan beberapa penghargaan, di antaranya adalah:
  1. “50 Tokoh” Revolusi Kaum Muda (Gatra, Edisi Khusus 2003)
  2. Keynote lecture, 3th World Congress on Industrial Process Tomography, Banff, Canada, Sept (2003)
  3. Keynote lecture, 4th World Congress on Industrial Process Tomography, Aizu, Japan, Sept (2005)
  4. 10 yang Mengubah Indonesia” versi majalah Tempo (Edisi Khusus Akhir Tahun 2006)
  5. Penghargaan KNPI Banten 2006 untuk bidang peneliti, (2007)
  6. “100 Tokoh Kebangkitan Indonesia” Versi Majalah Gatra (Mei 2008)
  7. Penghargaan Ahmad Bakrie 2009 untuk Teknologi, Freedom Institute, (2009)
  8. Penghargaa Kekayaan Intelektual Luar Biasa, Dirjen DIKTI, Depdiknas (2009)
  9. Meraih Baiquni Award bidang sains dan matematika dari Universitas Gadjah Mada (1985)
  10. Dianugerahi American Institute of Chemist Foundation Outstanding Post-doctoral Award (2002)
  11. Lulusan terbaik bidang kimia di Universitas Shizouka
  12. Termasuk ke dalam 16 ilmuwan Indonesia yang diberi kesempatan unjuk gigi di depan Douglas D Osheroff, peraih Nobel Fisika 1996 yang ketika itu berkunjung ke Indonesia
  13. dan lain-lain

Pada akhirnya, bagaimana sebenarnya inovasi dapat meningkatkan kemandirian bangsa? Ketika anak-anak bangsa menciptakan suatu inovasi dalam bidang apapun, maka hal tersebut harus bisa diproduksi secara masal untuk kepentingan bisnis yang dapat memajukan industri-industri yang ada di Indonesia dan dapat dimanfaatkan untuk kemajuan masyarakat luas. Dalam hal ini, diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan lembaga riset, serta pelaku-pelaku industri.

Inovasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dilakukan dalam suatu industri (apapun), karena dengan adanya inovasi, akan tercipta produk baru ataupun produk dengan kualitas yang lebih baik. Dengan adanya produk baru dan berkualitas tersebut, merupakan indikator dari Dynamic Efficiency yang menunjukkan terjadinya suatu efisiensi dalam pasar. Dynamic Efficiency akan meningkatkan Aggregate Demand, dan secara bertahap akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (teori dalam mata kuliah Ekonomi Industri, dosen Andi Fahmi Lubis)

Inovasi yang kemudian difasilitasi untuk berkembang oleh negara akan meningkatkan semangat bangsa ini untuk menjalankan industri dan usaha dengan kemampuan sendiri. Hal tersebut akan memicu kemandirian nasional, yang akan pula meningkatkan harkat serta martabat bangsa. Itulah urgency dari sebuah inovasi, terlebih yang merupakan langsung hasil dari tangan dan peluh keringat anak bangsa. Komitmen jangka panjang terhadap pengembangan dan penelitian eksplorasi yang berani perlu diterapkan bagi pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan inovasi di Indonesia. Kerjasama yang sinergis harus selalu terjalin agar semua perencanaan yang telah dengan manisnya diucap dan dengan rapihnya tertoreh di atas kertas, tidak akan sia-sia.

Inovasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tidak terpaut pada satu ritme tertentu yang telah dieja oleh para ahli atau successful person terdahulu. Buat arahmu sendiri. Tulisan yang hendak aku buat ini juga merupakan suatu inovasi, menurutku. Karena apa yang aku bahas ini benar-benar berbeda dari yang pernah aku tuliskan sebelumnya.




*lampiran*
Profil Singkat Dr. Warsito
Pendidikan
  1. SMAN 1 Karanganyar, Solo 1986
  2. Tokyo International Japanese School, Tokyo 1988
  3. Shizouka University, B. Eng, Chemical Engineering, 1992
  4. Shizouka University, M.Eng, 1994
  5. Shizouka University, Ph.D Electronic Science and Technology

Pengalaman Kerja
  1. Researcher, Satellite Venture Businee Laboratory Shizouka University, (1997-1999)
  2. Lecturer, Graduate School of Engineering, Shizouka University, Japan (1997-1999)
  3. Research Associate, Dept of Chemical Engineering, Ohio State University, USA (1999-2006)
  4. Dosen Pascasarjana, MIPA-FISIKA UI, Jakarta (2005-Sekarang)
  5. Visiting Lecturer, Dept of Chemical Engineering (2005-Sekarang)
  6. Visiting Lecturer, Dept of Chemical Engineering Shizouka University, Japan (2005)
  7. Director, CTECH Centre for Tomography Research, PT. EDWAR Tech , Tangerang (2008-Sekarang)
  8. Visitor Senior Scientist, National Laboratory of Physics and Chemistry (RIKEN), Japan (2008-Sekarang)
  9. Visiting Professor, Dept Of Chemical Engineering, University Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia (2008-Sekarang)
  10. Visiting Professor, Dept Of Chemical and Biomolecular Rngineering, Nanyang Technological University, Singapore (2009)
  11. Visiting Professor for Advance Studies, King Saud University, Saudi Arabia.
Aktivitas lain
  1. Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (2005-Sekarang)
  2. Editor tamu/Reviewer jurnal Internasional IEEE Sonsor Journals (US), Measurement Scuence and technology (UK)
  3. Anggota International Committee for Industrial Process Tomography
  4. Pembimbing Tesis/tugas akhir FMIPA Fisika-UI

Karya
  1. 100 Jurnal dan Publikasi Internasional
  2. 7 Paten di Bidang Tomography dan teknologi ultrasonic (2 Jepang dan 5 Internasional, US)
  3. Penemu Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) Scanner Empat Dimensi (4D)
  4. Merancang system ECVT untuk di install di Morgantown Energy laboratory, Departemen Energy Amerika Serikat.
  5. Advance Technology Research Center, King Saud University Saudi Arabia.
  6. Advance technology Research Center, University Malaya.
  7. Ultrasonic Scanner untuk Tabung Gas Tekanan Tinggi (Tabung gas Busway) pertama di Indonesia.


*Sumber:*
Tempo (Edisi. 44/XXXV/25 - 31 Desember 2006)
http://1ndotech.blogspot.com/
http://elektroindonesia.com/elektro/no3d.html
http://engineeringtown.com/
http://harnawatiaj.wordpress.com/
http://masdiisya.wordpress.com/
http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=52&Itemid=72
http://www.tech4imaging.com/

http://ochahaha.blogspot.com/2011/05/anak-bangsa-indonesia-ubah-perkembangan.html