Nasihat

"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya"

Rabu, 07 September 2011

TAUJIHAT NABAWIYYAH DI JALAN DAKWAH


HADITS KEDUA
Rosululloh bersabda :
لأعلمن أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة بيضا فيجعلها الله هباء منثورا . قال ثوبان : يا رسول الله صفهم لنا جلهم لنا أن لا نكون منهم و نحن لا نعلم ، قال : أما إنهم إخوانكم و من جلدتكم و يأخذون من الليل كما تأخذون و لكنهم أقوام إذا خلو بمحارم الله انتهكوها
Aku benar-benar melihat diantara umatku pada hari Kiamat nanti, ada yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah yang putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan, Tsauban bertanya, Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka itu agar kami tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!, Beliau bersabda, Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa dengan kalian, mereka juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi jika mereka menyendiri dengan larangan-larangan Allah, mereka melanggarnya

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunan-nya : kitab azzuhdu, bab dzikru adz-dzunub 2/1418 nomor 4245, dan terdapat di dalam al-fathul kabir di dalam dhommu az-ziyadah ilaa al-jami’ ash-shoghir 2 / 3. Dan disahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam shahihul jami ash-shoghir 4 / 5 No.3904 semuanya dari tsauban ra.

MAKNA HADITS
Islam sangat menganjurkan untuk senantiasa menaungi diri dengan keyakinan muroqobatullah (selalu merasa diawasi Allah) yang tertanam kuat dalam diri, dan seorang muslim hendaknya menggali dan memelihara perasaan tersebut (muroqobatullah, pentrj.) jika ia telah hilang dari dalam diri, dan janganlah engkau melanggar hal-hal yang telah Allah haramkan, tidak meniadakannya dan tidak juga meremehkannya, meskipun salah tidak sengaja, dan hendaklah memiliki azam yang kuat untuk tidak kembali melakukan pelanggaran tersebut selamanya.
Hadits yang sedang kita bahas ini merupakan seruang yang lantang untuk senantiasa menjaga muroqobatullah dan rasa malu kepada-Nya dalam keadaan sembunyi maupun tampak, sendiri maupun bersama. Agar hakikat ini dapat terpatri dalam hati setiap muslim dan tidak akan hilang darinya selamanya, maka nabi menerangkan kepada kita dengan menggunakan metode kisah & hikayat. Beliau mengabarkan kepada kita melalui wahyu bahwasanya nanti di hari kiamat ada sekelompok jama’ah dari umatnya yang datang dengan membawa pahala yang banyak sekali, sehingga ibaratkan seperti tumpukan/gundukan pasir dan kumpulan pasir yang membentuk gunung tihamah, namun allah tidak menjadikan hal tersebut bernilai dan menjadi beratan baginya dalam timbangan, rahasia dari itu semua adalah karena sekelompok jama’ah ini ketika dalam keadaan menyendiri mereka melanggar apa-apa yang Allah haramkan, bukan menjaga diri darinya.
Adapun maksud Nabi dibalik menceritaan kisah ini, agar kita bisa mengambil ibroh/pelajaran darinya, yaitu untuk mengetahui hal tersebut sebelum kehilangannya dan tidak terjeremus kepada hal yang sama yang telah menimpa mereka,
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan”.(QS.59:2)
Dikarenakan muroqobatullah merupakan asas/inti dari bentuk komitmen seorang muslim dengan keislamannya dan tidak melanggar terhadap hal-hal yang diharamkan Allah, maka kita mesti membahasnya menjadi 2 bagian :
1. sarana-sarana yang dapat membantu menumbuhkan muroqobatullah dalam diri
2. sarana-sarana yang dapat menumbuh kembangkan muroqobatullah dalam diri
Penjelasannya sebagai berikut :
1. sarana-sarana yang dapat membantu menumbuhkan muroqobatullah dalam diri
    Yang dapat membantu menumbuhkan muroqobatullah dalam diri adalah :
Ø  Keyakinan yang sempurna bahwasanya Allah maha mengetahui atas segala sesuatu yang terjadi, baik dalam keadaan tersembunyi maupun tampak
“dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan”. (QS.6:3)

Sesungguhnya seseorang jika dalam dirinya sudah tertanam hakikat muroqobah ini, maka ia akan merasa malu jika Allah melihatnya dalam keadaan melakukan yang dilarang dan meninggalkan yang diperintahkan. Dan Allah pun telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya potongan ayat QS.Al-baqoroh : 235,
“dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya”.

Ø  Keyakinan sempurna bahwasanya Allah akan selalu memperhitungkan segala sesuatu yang dilakukan dan akan memberitahukannya nanti pada hari kiamat, bahkan akan membalasnya, keburukan dengan keburukan dan kebaikan dengan kebaikan. Sesungguhnya jika seseorang meyakini betul hakikat ini, niscaya ia akan mengetahui urusan dirinya (apa yang harus dilakukan, pentrj.) sebelum kematian datang dan sebelum habis masanya, serta ia pun dapat membenteng diri dari kesesatan dan mewajibkan jalan hidup dengan penuh kesungguhan
“dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun". (QS.8:49)


2. sarana-sarana yang dapat menumbuh kembangkan muroqobatullah dalam diri
    Yang dapat menumbuh kembangkan muroqobatullah dalam diri adalah :
Ø  Tekun dan konsisten dalam ketaatan, seperti : shalat fardhu, qiyamulail, zakat, shadaqoh, puasa, haji, membaca al-qur’an, dzikir, do’a, istighfar, merenungi penciptaan diri dan alam semesta, muhasabah diri dari segala celaan, keburukan & taubat, bahkan mu’aqobah (menghukum diri) dari segala kekurangan dan pelanggaran terhadap aturan-aturan Allah
Ø  Komitmen untuk terus berjama’ah dan hidup bersama di dalamnya, serta tidak keluar darinya.

PELAJARAN-PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI HADITS (TINJAUAN DAKWAH & TARBIYAH)
  •  Senantiasa menghadirkan muroqobatullah dalam setiap keadaan dan peristiwa
  • Peran metode kisah dalam penguatan makna (suatu pelajaran) ke dalam diri seseorang dan terpatri di dalamnya, hingga tidak terlupakan
  • Pentingnya komitmen kepada jama’ah dan berakhlaq dengan akhlaqnya (akhlaq jama’ah tersebut) 
  • Kewajiban memelihara semua kebaikan yang merupakan kebutuhan seorang muslim.