“ Dan orang-orang
kafir berkata : janganlah kamu mendengarkan bacaan al-qur’an ini dan buatlah
kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan mereka “
[ QS. Fushshilat : 26
]
Kalau kita
renungi sejenak, dari ayat ini kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya faktor
utama bagi umat islam untuk meraih kemenangan adalah dengan senantiasa
berpegang teguh dengan al-qur’an, yang merupakan marja’ asasi ajaran islam yang
integral dan komprehensif ini, yang dimana dengan keteguhan tersebut itulah merupakan
faktor terbesar umat islam dalam meraih kejayaan dan eksistensinya di atas
musuh-musuh Allah swt., dan tentunya keteguhan tersebut tak akan pernah lahir
kecuali dengan kita melakukan interaksi yang intens dengan al-qur’an. Faktor
utamanya bukanlah karena banyaknya personil pasukan dan kehandalannya atau
canggihnya teknologi persenjataannya, sebagaimana yang di ungkapkan oleh umar
bin khoththob sebelum memberangkatkan pasukan islam melawan tentara Persia,
beliau mengingatkan tentang faktor hakiki dari kemenangan yang senantiasa
diraih kaum muslimin adalah : “…dikarenakan ketaqwaan kalian…”.
Ini bukanlah
sebuah kajian tafsir, tapi hanya sekedar mencoba untuk mentadabburi firman
Allah tersebut, ini bukanlah pelajaran yang sekedar untuk dihafal & dipahami tapi ini memerlukan
realisasi & pengejawantahannya di kehidupan sehari-hari, ini bukanlah
sekedar kabar yang hanya untuk didengar melainkan sebuah intruksi illahi, agar
para hambaNya menyadari makar-makar musuh & menambah keimanan dengan
kemu’jizatan al-quran tersebut. ”Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. Dan karenanya
mereka menjadi tidak takut ataupun gentar atas ancaman orang-orang kafir “orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul)
yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia
telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka",
Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah
Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung".
Dan
sebaliknya, ini juga yang dijadikan oleh orang-orang kafir sebagai senjata
untuk mengalahkan umat islam yaitu dengan menyerukan kaumnya untuk membuat
makar agar umat islam jauh dari al-qur’an & juga mewanti-wanti mereka untuk
tidak mendengarkan & mempelajari alqur’an. dikarenakan hanya dengan
mendengarkan ayat-ayat suci alqur’an saja, itu sudah memberikan efek magic
terhadap jiwa seseorang. bahkan bagi yang tidak bisa bahasa arab pun bisa merasakan
efek magic tersebut, apalagi bagi yang bisa bahasa arab & memahami makna
ayat tersebut?!
Maka tak
mengherankan jika Abul hasan ali an-nadawi pernah mengatakan “saat kejayaan
adalah saat iman, saat kemunduran & kehancuran adalah saat hilangnya iman”,
karena dengan tingginya intensitas seorang muslim dengan al-qur’an akan
melahirkan keimanan yang senantiasa bergelora & terpatri dalam jiwa. Karena
iman lah yang menggerakkan raga tuk berdakwah menegakkan agama Allah dimuka
bumi, karena iman lah yang melahirkan bashiroh & totalitas dalam berdakwah,
karena iman lah yang mengarahkan orientasi perjuangan kita agar tidak sia-sia, karena
iman lah yang menyebabkan melimpahnya curahan rahmat dan berkah allah swt serta
kemenangan bagi kaum muslimin sejak dulu hingga sekarang, itulah keajaiban
iman. yang tentang keajaibannya telah terbukti selama 14 abad yang lalu, adakah
itu akan terulang kembali?!atau hanya akan menjadi nostalgia masa lalu umat
islam?!
Dikarenakan
tingginya intensitas interaksi setiap muslim dengan al-qur’an itulah yang
menjadikannya umat islam menjadi umat terbaik, dan inilah salah satu sudut
pandang yang bisa kita pahami dari sabda rosulullah : “sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari al-qur’an dan mengajarkannya”, hanya umat yang terbaik
lah yang Allah beri anugerah & kemuliaan, dan hanya umat yang terburuk lah
yang Allah beri kehinaan & keterpurukan. Adapun yang dimaksud interaksi
dengan al-qur’an disini bukanlah sekedar membacanya dengan tahsin, akan tetapi
disertai tahfizh, tadabbur, ta’lim, tabligh dan juga mengamalannya ke dalam
kehidupan sehari-hari, menjadikan individu muslim itu sebagai al-qur’an yang
berjalan, bukan berjalan bersama al-qur’an saja. Dengan interaksi yang semacam
itulah, insya Allah akan melahirkan keimanan yang terpatri dalam hati, yang
menerangi & menggelorakan jiwa, yang menghidupkan ruh kejayaan islam dan
yang melahirkan ketaqwaan, ”kejayaan & Izzah suatu kaum akan kembali
terulang manakala ruh yang menghidupkannya
itu hadir kembali”.
Meskipun
sebenarnya kondisi ini pun telah dikabarkan Allah swt dalam firmanNya : “Dan
rosul (muhammad) berkata : wahai Robbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan
al-qur’an ini di abaikan”. yaitu ketika musik lebih akrab ditelinga kita
dibandingkan lantunan ayat suci al-qur’an, ketika lidah terasa lebih kelu dan
susah membaca al-qur’an dibandingkan mendendangkan sebuah lagu, ketika
ayat-ayat al-qur’an yang dibaca terasa hampa dan tidak bermakna dalam
memberikan nutrisi bagi cahaya iman yang semakin redup, sehingga tidak
melahirkan keajaiban iman yang tertorehkan dalam lembaran sejarah, ketika waktu
yang disediakan untuk olahraga, menonton televisi, internet, dsb lebih banyak
daripada waktu untuk khusyuk bercengkrama dengan kalam Illahi, ketika al-qur’an
hanya sekedar menjadi pajangan & hiasan dilemari, ketika semua itu terjadi
berarti pertanda bahwa secara perlahan namun pasti al-qur’an akan segera hilang
dari dada umat islam, yang ada hanyalah tumpukan lembaran kertas yang berisi
kalam Illahi yang tersusun dalam mushaf, hingga umat islam pun tidak punya
izzah dan kekuatan.
Dan inilah
strategi jitu yang dilakukan musuh-musuh Allah setelah kekalahan telak mereka
diperang salib, mereka tak lagi menggunakan kekuatan fisik melainkan dengan
strategi menjauhkan alqur’an dari kaum muslimin, strategi perang ini biasa
disebut dengan ghozwul fikri, yang salah satu agendanya adalah melahirkan para
orientalis untuk membiaskan pemahaman tentang islam dari internal umat islam
itu sendiri, begitu juga dengan penyebaran budaya atau life style ala barat,
dsb. Mereka memahami sekali tentang ini, sedangkan umat islam justru malah
terbuai dan terlena dengan dunia dan tidak menyadari makar-makar musuh-musuh
Allah, waa muslimuuh..!
Utsman bin
affan pernah mengatakan : ”seandainya hati kita bersih, niscaya kita tidak akan
pernah kenyang untuk berinteraksi dengan kitabullah (al-qur’an)”, adakah kita
merasakan keadaan tersebut? adakah kita dalam membaca al-qur’an bagaikan
membaca novel, yang tidak mau terputus waktu membacanya meski sedetik dan
bahkan mata pun tak mau berkedip? adakah getar-getar kenikmatan & kelezatan
ketika membaca al-qur’an? atau hanya sekedar rutinitas & mengejar target
belaka?
Pada akhirnya,
apapun yang terjadi pada saat ini, kita harus tetap meyakini bahwa kemenangan itu pasti akan kembali diraih umat
islam, bahwa masa depan adalah milik umat islam, tapi kapan dan siapa yang akan
mengusungnya? itu tergantung dari kapankah umat islam siap untuk menerima dan
memikul amanah kemenangan yang telah dijanjikan, adakah yang siap mengemban itu
& totalitas dalam meraihnya?! Dan tidak boleh dilupakan pula akan faktor kemenangan terpenting yang harus ada,
yaitu adanya interaksi yang intens umat islam dengan al-qur’an dan berpegang
teguh dengan apa-apa yang ada di dalam nya.
Dari membaca
& mempelajari al-qur’an akan lahir pemahaman & bashiroh, kemudian dari
sanalah akan lahir keyakinan & keikhlasan, dan dari keyakinan &
keikhlasan itulah akan melahirkan ‘amal & totalitas dalam berdakwah. Dan
akhir kata “intanshurullaha yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum”. [ arz.22068@gmail.com
]
Bogor, 10 Mei 2009H / 15 Jumadil Ula 1430M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar